Lalu kata Musa kepada mereka: "Makanlah hasil perjamuan itu pada hari ini, sebab hari ini adalah hari Sabat, hari Sabat untuk TUHAN; pada hari ini tidak kamu menemukannya di padang.
Kisah bangsa Israel yang mengembara di padang gurun adalah salah satu narasi paling mendalam dalam Kitab Suci. Di tengah perjalanan yang penuh tantangan, kelaparan, dan ketidakpastian, Tuhan tidak pernah meninggalkan umat-Nya. Ayat Keluaran 16:25 ini menjadi pengingat akan pemeliharaan ilahi yang tak terduga, sebuah janji manis Tuhan di tengah keterbatasan.
Ayat ini muncul pada saat bangsa Israel sedang mengeluhkan kekurangan makanan di padang gurun. Setelah keluar dari Mesir, mereka dihadapkan pada kenyataan pahit ketiadaan pasokan pangan yang memadai. Dalam situasi seperti inilah Tuhan memilih untuk menunjukkan kuasa dan kasih-Nya dengan menurunkan manna dari surga. Manna ini menjadi sumber makanan mereka, bukti nyata bahwa Tuhan selalu menyediakan apa yang dibutuhkan umat-Nya, bahkan di tempat yang paling tidak terduga.
Namun, Keluaran 16:25 tidak hanya tentang penyediaan makanan, tetapi juga tentang penetapan dan penghormatan terhadap hari Sabat. Musa mengingatkan mereka bahwa manna yang diberikan pada hari keenam harus cukup untuk dua hari, karena hari ketujuh adalah Sabat, hari peristirahatan yang dikuduskan untuk Tuhan. Ini menunjukkan bahwa dalam rencana Tuhan, pemeliharaan juga mencakup waktu untuk istirahat dan penyembahan. Manna tidak akan turun pada hari Sabat, memaksa umat untuk menaati perintah Tuhan dan mengandalkan berkat yang telah dikumpulkan sebelumnya.
Kisah ini mengajarkan kita beberapa hal penting. Pertama, Tuhan selalu setia memenuhi janji-Nya. Seperti Ia menyediakan manna bagi bangsa Israel, Ia juga akan menyediakan kebutuhan kita. Keyakinan ini dapat memberi kita kekuatan di saat-saat sulit, meyakinkan kita bahwa kita tidak pernah sendirian dalam perjuangan kita. Frasa kunci dalam konteks ini adalah keluaran 16 25, yang merujuk pada momen spesifik dari pemeliharaan dan ketetapan ilahi ini.
Kedua, ayat ini menekankan pentingnya ketaatan pada perintah Tuhan. Hari Sabat bukan sekadar larangan bekerja, melainkan kesempatan untuk beristirahat dan memusatkan perhatian pada Tuhan. Mengindahkan perintah Tuhan, termasuk dalam hal waktu istirahat, adalah bagian dari hubungan yang sehat dengan-Nya. Ketaatan ini seringkali dibarengi dengan berkat dan kedamaian.
Ketiga, pengalaman bangsa Israel di padang gurun mengingatkan kita untuk tidak menjadi pribadi yang mudah mengeluh dan lupa akan kebaikan Tuhan. Seringkali, kita lebih mudah fokus pada apa yang kurang daripada apa yang telah diberikan. Ayat keluaran 16 25 mengajak kita untuk merefleksikan bagaimana Tuhan telah memelihara kita, baik secara jasmani maupun rohani, dan menghargai setiap anugerah-Nya.
Dalam kehidupan modern yang seringkali penuh dengan tuntutan dan kesibukan, prinsip keluaran 16 25 tetap relevan. Ingatlah untuk selalu mengandalkan pemeliharaan Tuhan, patuhi perintah-Nya, dan jangan lupa untuk meluangkan waktu bagi peristirahatan dan ibadah. Kebaikan Tuhan tidak pernah berhenti, sama seperti manna yang diberikan-Nya di padang gurun.