"Dan terjadilah pada hari ketujuh, keluarlah beberapa orang dari bangsa itu untuk mengumpulkan, tetapi mereka tidak menemukannya."
Kisah bangsa Israel yang keluar dari perbudakan Mesir adalah salah satu narasi paling monumental dalam sejarah agama. Perjalanan panjang mereka melintasi padang gurun, dipimpin oleh Musa dan Harun, dipenuhi dengan ujian, keraguan, dan yang terpenting, campur tangan ilahi yang luar biasa. Di tengah keputusasaan dan kelaparan, Tuhan menunjukkan kesetiaan-Nya melalui penyediaan makanan yang ajaib, yang dicatat dalam Kitab Keluaran 16 27, yang secara khusus merujuk pada peringatan mengenai pengumpulan mana pada hari Sabat.
Sebelum peristiwa yang disebutkan dalam Keluaran 16 27, Tuhan telah berulang kali menyediakan makanan bagi umat-Nya. Pertama, Dia mengirimkan burung puyuh di sore hari yang memenuhi perkemahan mereka, dan kemudian, pada pagi harinya, mereka menemukan embun di permukaan padang gurun yang menguap menjadi lapisan seperti kerak halus dan manis – inilah yang disebut sebagai "manna." Manna ini menjadi makanan pokok mereka, memberikan kekuatan dan nutrisi yang mereka butuhkan untuk melanjutkan perjalanan mereka. Kisah ini merupakan pengingat konstan bahwa Tuhan peduli terhadap kebutuhan fisik umat-Nya, bahkan di lingkungan yang paling tandus sekalipun.
Perintah mengenai pengumpulan manna pada hari Sabat adalah bagian penting dari kisah ini. Tuhan memerintahkan umat-Nya untuk mengumpulkan manna enam hari seminggu. Pada hari keenam, mereka harus mengumpulkan dua kali lipat, karena pada hari ketujuh, yaitu hari Sabat, tidak akan ada manna yang turun. Peringatan ini bukan hanya tentang istirahat, tetapi juga tentang iman dan ketaatan. Percaya bahwa Tuhan akan menyediakan dua kali lipat pada hari keenam dan bahwa mereka tidak perlu khawatir akan kelaparan pada hari Sabat adalah ujian kepercayaan yang mendalam.
Peristiwa yang dicatat dalam Keluaran 16 27 terjadi ketika beberapa orang, yang mungkin tidak sepenuhnya memahami atau mematuhi perintah tersebut, mencoba mencari manna pada hari ketujuh. Ironisnya, usaha mereka sia-sia; tidak ada manna yang ditemukan. Hal ini menegaskan kembali kebenaran firman Tuhan dan pentingnya mendengarkan serta menaati perintah-Nya. Kegagalan mereka dalam menemukan manna pada hari Sabat bukanlah hukuman, melainkan sebuah pengajaran yang kuat mengenai kedaulatan Tuhan dan pentingnya menghormati hari yang telah Dia tetapkan untuk istirahat dan ibadah.
Kisah manna dan peringatan hari Sabat memiliki makna rohani yang mendalam. Manna melambangkan berkat dan pemeliharaan Tuhan, yang terus menerus diberikan kepada umat-Nya. Dalam Perjanjian Baru, Yesus Kristus menyebut diri-Nya sebagai "roti hidup" (Yohanes 6:35), yang memberikan kehidupan kekal kepada siapa pun yang percaya kepada-Nya. Seperti manna yang memberi makan tubuh bangsa Israel di padang gurun, Kristus memberi makan jiwa kita, memenuhi kerinduan terdalam kita akan kebenaran dan keselamatan.
Peringatan hari Sabat, yang berakar dari pemberian manna, juga terus relevan. Ini mengajarkan kita pentingnya keseimbangan dalam hidup, mengenali bahwa ada waktu untuk bekerja dan ada waktu untuk beristirahat, memulihkan diri, dan bersekutu dengan Tuhan. Dengan menaati perintah Tuhan, seperti yang diajarkan dalam konteks Keluaran 16 27, kita menunjukkan iman kita kepada-Nya dan mempercayakan segala kebutuhan kita kepada pemeliharaan-Nya yang setia. Kisah ini tetap menjadi sumber inspirasi dan pengajaran tentang kepercayaan, ketaatan, dan kasih karunia ilahi yang tak terbatas.