Kisah yang tercatat dalam Kitab 1 Raja-Raja 2:28 menyoroti sebuah momen kritis dalam sejarah Israel, tepatnya pada masa pergantian kekuasaan dari Raja Daud kepada Salomo. Ayat ini secara spesifik menyebutkan tentang reaksi Yoab, panglima tentara Israel yang terkenal, ketika ia menyadari bahwa pilihannya untuk mendukung pemberontakan Adonia telah terungkap. Peristiwa ini bukan hanya sekadar intrik politik, tetapi juga mencerminkan konsekuensi dari kesetiaan dan pilihan seseorang dalam menghadapi situasi genting.
Yoab adalah sosok yang kuat dan berpengaruh. Ia telah melayani Raja Daud dengan setia selama bertahun-tahun dan memegang peranan penting dalam banyak kemenangan militer. Namun, dalam perebutan takhta pasca kematian Daud, Yoab membuat pilihan yang berisiko. Ia berpihak kepada Adonia, salah satu putra Daud yang mencoba merebut takhta secara ilegal, bukan kepada Salomo yang telah diurapi Daud sebagai pewaris yang sah. Keputusan ini kemungkinan didasari oleh berbagai faktor, termasuk pengaruh pribadi atau mungkin perhitungan politiknya sendiri mengenai siapa yang akan menjadi penguasa berikutnya.
Ketika situasi menjadi tidak menguntungkan baginya, dan tampaknya Salomo akan mengambil alih kekuasaan dengan penuh otoritas, Yoab berada dalam posisi yang sangat berbahaya. Ia tahu bahwa tindakannya dianggap sebagai pengkhianatan terhadap raja yang sah. Untuk mencari perlindungan, ia berlari ke Kemah TUHAN, tempat ibadah yang sakral. Di sana, ia berpegang pada tanduk mezbah. Dalam tradisi Israel kuno, tanduk mezbah dianggap sebagai tempat perlindungan terakhir. Siapa pun yang memegang tanduk mezbah tidak boleh disentuh atau dibunuh, kecuali dalam kasus-kasus tertentu yang diatur oleh hukum.
Implikasi Teologis dan Politik
Ayat ini membuka diskusi mengenai beberapa aspek penting. Pertama, ini menunjukkan bahwa bahkan orang yang paling berkuasa dan berpengaruh pun dapat menghadapi konsekuensi dari tindakan mereka. Yoab, yang memiliki kekuatan militer yang besar, kini merasa tidak berdaya dan harus mencari perlindungan ilahi.
Kedua, tindakan Yoab berpegang pada tanduk mezbah menyoroti pentingnya penghormatan terhadap tempat kudus dan hukum Tuhan, bahkan di tengah gejolak politik. Ini adalah pengakuan bahwa ada otoritas yang lebih tinggi dari sekadar kekuasaan duniawi. Kemah TUHAN dan mezbahnya menjadi simbol perlindungan ilahi yang seharusnya dihormati oleh semua orang.
Ketiga, situasi ini menjadi ujian bagi Salomo. Sebagai raja yang baru dinobatkan, bagaimana ia akan menangani kasus Yoab? Apakah ia akan menunjukkan belas kasihan, atau akan ia menegakkan keadilan secara tegas? Keputusan Salomo terhadap Yoab, yang akan diungkapkan dalam ayat-ayat berikutnya, akan sangat menentukan bagaimana pemerintahannya akan dijalankan dan bagaimana ia akan memperlakukan lawan-lawan politiknya.
Peristiwa ini mengingatkan kita bahwa setiap keputusan memiliki dampak, dan terkadang, tempat perlindungan terakhir kita adalah iman dan kepercayaan kita kepada Tuhan. Kisah Yoab dalam 1 Raja-Raja 2:28 adalah sebuah pelajaran tentang tanggung jawab moral, konsekuensi dari pilihan, dan pengakuan akan kedaulatan Tuhan dalam segala keadaan, bahkan dalam pergolakan kekuasaan duniawi.