Kisah yang tertulis dalam Kitab Keluaran pasal 18, ayat 7, memberikan gambaran yang hangat dan menyentuh tentang sebuah pertemuan keluarga yang penuh makna. Ayat ini menggambarkan momen ketika Musa, setelah memimpin bangsanya keluar dari Mesir dan melalui berbagai ujian di padang gurun, kedatangan tamu istimewa: mertuanya, Yitro, beserta istri dan anak-anaknya. Momen ini bukan sekadar sebuah kunjungan biasa, melainkan sebuah momen rekonsiliasi, dukungan, dan pembelajaran yang penting dalam perjalanan iman dan kepemimpinan Musa.
Dalam konteks perjalanan panjang bangsa Israel yang penuh dengan tantangan, kedatangan Yitro membawa angin segar. Yitro, sebagai seorang yang bijaksana dan berpengalaman dalam mengurus masyarakat, melihat langsung beban berat yang dipikul Musa. Dalam ayat sebelumnya, kita melihat Yitro menyambut Musa dengan sukacita. Namun, ayat ketujuh ini lebih fokus pada bagaimana Musa merespons kedatangan mertuanya. Tindakan Musa untuk "pergi menyongsong mertuanya, dan membungkuk kepadanya serta menciumnya" menunjukkan rasa hormat yang mendalam, kerendahan hati, dan penghargaan atas ikatan keluarga serta pengalaman yang dimiliki Yitro.
Ini adalah contoh nyata bagaimana seorang pemimpin besar sekalipun tetap memegang teguh nilai-nilai kekeluargaan dan penghormatan terhadap orang yang lebih tua. Dalam keramaian dan tanggung jawab yang begitu besar, Musa tidak melupakan akar dan hubungannya. Tindakan membungkuk dan mencium adalah ekspresi kasih sayang dan penerimaan yang tulus, sebuah gestur universal yang melintasi budaya dan zaman. Hal ini menunjukkan bahwa dalam setiap aspek kehidupan, termasuk kepemimpinan, hubungan interpersonal dan emosional memegang peranan krusial.
Selanjutnya, ayat ini menyebutkan bahwa "mereka bertanya satu sama lain tentang keadaan mereka". Frasa ini mengindikasikan percakapan yang mendalam dan otentik. Mereka berbagi cerita tentang apa yang telah dialami, baik suka maupun duka, tantangan yang dihadapi, dan berkat yang diterima. Bagi Musa, ini adalah kesempatan untuk melepaskan sejenak beban kepemimpinannya dan berbagi pengalaman hidup dengan orang terdekat. Bagi Yitro, ini adalah kesempatan untuk memahami sepenuhnya realitas yang dihadapi Musa dan umat Israel. Percakapan semacam ini penting untuk memperkuat hubungan, memberikan dukungan emosional, dan saling menguatkan dalam menghadapi masa depan.
Puncaknya adalah kalimat "dan mereka masuk ke dalam kemah". Kemah di sini melambangkan tempat perlindungan, kebersamaan, dan istirahat. Setelah perjalanan dan berbagai kesibukan, mereka mencari ketenangan dan kebersamaan di dalam kemah. Ini adalah gambaran ideal tentang bagaimana seharusnya hubungan keluarga terbina: saling mendukung, berbagi, dan menciptakan ruang aman untuk pemulihan. Pengalaman ini tidak hanya memberikan kelegaan bagi Musa, tetapi juga menjadi landasan bagi nasihat bijak yang akan diberikan Yitro selanjutnya kepada Musa, yang tercatat dalam kelanjutan pasal 18, mengenai cara mengorganisir kepemimpinan agar lebih efektif dan berkelanjutan. Kisah keluaran 18 7 ini mengingatkan kita akan pentingnya menghargai hubungan, berbagi beban, dan mencari kebersamaan yang otentik dalam setiap tahap kehidupan.