"Tetapi engkau harus mengawalinya di sekelilingnya, sambil berkata: 'Berjagalah supaya kamu jangan naik ke gunung atau menyentuh lerengnya, sebab siapa yang menyentuh gunung itu, pastilah ia dihukum mati.'"
Ayat Keluaran 19:12 merupakan bagian penting dari narasi tentang perjanjian antara Allah dan bangsa Israel di Gunung Sinai. Setelah Allah membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir, Ia memimpin mereka ke Gunung Sinai untuk memberikan hukum dan menetapkan hubungan perjanjian. Ayat ini secara spesifik menekankan kesucian Allah dan pentingnya menghormati batas yang telah ditetapkan-Nya.
Dalam konteks ini, Allah memerintahkan Musa untuk menetapkan batas di sekitar Gunung Sinai. Penduduk Israel diperintahkan untuk tidak mendekati gunung atau bahkan menyentuh lerengnya. Perintah ini bukan sekadar aturan fisik, melainkan sebuah pengingat akan kekudusan Allah yang luar biasa. Keberadaan Allah di gunung itu begitu dahsyat dan suci sehingga sentuhan yang tidak layak dapat berakibat fatal. Ayat ini menggambarkan betapa jurang pemisah antara kesucian ilahi dan ketidakmurnian manusia.
Perintah untuk menjaga jarak ini memiliki beberapa implikasi penting. Pertama, ini adalah demonstrasi kuasa dan kemuliaan Allah. Saat Allah menyatakan diri-Nya, dampak-Nya sangat kuat. Ini mengajarkan bangsa Israel (dan kita hari ini) untuk mendekati Allah dengan rasa hormat dan takjub. Kedua, ini adalah persiapan untuk menerima hukum Taurat. Sebelum menerima hukum yang akan mengatur hidup mereka, bangsa Israel perlu memahami siapa Allah yang mereka sembah – pribadi yang kudus, yang harus dihampiri dengan persiapan yang benar.
Konsekuensi dari melanggar perintah ini sangat serius: "pastilah ia dihukum mati." Hal ini menunjukkan betapa Allah memandang serius kesucian-Nya dan perintah-Nya. Ini bukan tentang kekejaman, melainkan tentang keadilan ilahi dan kebutuhan untuk menjaga integritas perjanjian. Bangsa Israel harus belajar untuk taat, mengenali bahwa Allah bukanlah dewa biasa yang bisa dihampiri sembarangan.
Meskipun konteksnya sangat spesifik pada zaman Israel kuno, Keluaran 19:12 masih memiliki relevansi mendalam bagi kehidupan beragama modern. Ayat ini mengingatkan kita bahwa mendekati Allah bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan dengan santai atau sembarangan. Ada unsur kekudusan ilahi yang menuntut rasa hormat, kesadaran akan dosa kita, dan kebutuhan akan pengantaraan.
Bagi umat Kristen, peringatan ini semakin diperjelas melalui kedatangan Yesus Kristus. Melalui pengorbanan-Nya, batas antara Allah dan manusia telah dijembatani. Kita sekarang dapat mendekat kepada Allah dengan keyakinan melalui iman kepada Kristus (Ibrani 4:16). Namun, prinsip kekudusan dan kehormatan tetap berlaku. Kita dipanggil untuk hidup kudus, memisahkan diri dari dosa, dan menghampiri Allah dengan hati yang tulus dan beriman. Keluaran 19:12 mengajarkan kita untuk menghargai kesucian Allah dan memahami betapa berharganya akses yang kita miliki kepada-Nya melalui Kristus.