Keluaran 19:7

"Lalu Musa menyuruh membawa perkataan rakyat itu kepada TUHAN."

Musa di hadapan Tuhan

Ayat Keluaran 19:7 memegang makna yang sangat mendalam dalam narasi Perjanjian Lama. Ayat ini menjadi jembatan krusial antara kedatangan umat Israel di Gunung Sinai dan penerimaan Sepuluh Perintah Allah. Ia bukan sekadar laporan faktual, melainkan sebuah ilustrasi tentang peran penting seorang perantara, seorang pemimpin spiritual yang bertugas menghubungkan kehendak ilahi dengan kebutuhan dan pertanyaan umat manusia. Musa, dalam perannya sebagai nabi dan pemimpin, menjadi saluran komunikasi yang dipercaya. Tindakannya melaporkan perkataan rakyat kepada Tuhan menunjukkan betapa pentingnya setiap aspirasi, keraguan, dan keinginan umat didengar dan dipertimbangkan oleh Sang Pencipta.

Konteks ayat ini adalah saat umat Israel baru saja tiba di gurun Sinai dan berkemah di kaki gunung. Mereka telah dibebaskan dari perbudakan di Mesir melalui kuasa Tuhan yang dahsyat, namun mereka masih dalam proses memahami hubungan baru mereka dengan Tuhan. Di tengah ketidakpastian dan kerumunan banyak orang, penting bagi mereka untuk memiliki jaminan dan arahan. Musa, yang telah dipilih Tuhan, tidak bertindak atas inisiatifnya sendiri, melainkan menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Ia membawa suara kolektif umat – mungkin suara harapan, mungkin suara kebingungan, mungkin suara keinginan untuk tahu apa yang Tuhan inginkan dari mereka – langsung ke hadirat Tuhan.

Ini mengajarkan kita tentang pentingnya komunikasi yang jujur dan terbuka, baik dalam hubungan pribadi maupun dalam konteks komunitas. Seorang pemimpin yang efektif adalah mereka yang mendengarkan suara rakyatnya dan menyampaikannya kepada pihak yang berwenang atau kepada sumber kebenaran. Dalam lingkup spiritual, ini menekankan bahwa Tuhan peduli terhadap setiap perkataan dan pikiran umat-Nya. Tidak ada doa atau permohonan yang terlalu kecil untuk diperhatikan. Musa menjadi teladan bagaimana kepekaan terhadap kondisi umat dan keberanian untuk berkomunikasi secara langsung dengan Tuhan dapat membawa berkat dan pemahaman yang lebih besar.

Lebih jauh lagi, Keluaran 19:7 mengingatkan kita akan sifat Tuhan yang mau didekati. Meskipun Tuhan Mahatinggi dan Mahakuasa, Ia memberikan kesempatan bagi manusia, melalui perantaraan yang tepat, untuk berkomunikasi dengan-Nya. Ini bukanlah monolog, melainkan dialog yang terus menerus. Perkataan rakyat, sekecil apapun itu, menjadi pijakan bagi interaksi selanjutnya. Ini adalah awal dari sebuah perjanjian, sebuah kesepakatan yang akan dibentuk di atas fondasi pengakuan dan penyerahan diri. Pesan ini relevan hingga kini, mendorong kita untuk senantiasa menyuarakan isi hati kita kepada Tuhan, percaya bahwa Ia mendengarkan dan siap memberikan jawaban serta tuntunan yang kita butuhkan dalam perjalanan hidup ini.