"Janganlah engkau membuat perjanjian dengan mereka atau dengan para allah mereka."
Ayat dari Kitab Keluaran 23:33 memberikan peringatan yang jelas dan tegas bagi umat pilihan Allah: "Janganlah engkau membuat perjanjian dengan mereka atau dengan para allah mereka." Perintah ini bukan sekadar larangan seremonial, melainkan sebuah prinsip mendasar yang memandu kehidupan spiritual dan moral umat pada masa itu, dan masih relevan hingga kini. Pemahaman mendalam tentang konteks dan implikasi dari firman ini dapat membantu kita menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan terhindar dari jebakan spiritual.
Pada zaman Musa, bangsa Israel sedang dalam perjalanan menuju Tanah Perjanjian. Mereka telah dibebaskan dari perbudakan di Mesir, sebuah peristiwa monumental yang menunjukkan kuasa dan kasih setia Allah. Namun, perjalanan mereka tidaklah mulus. Di hadapan mereka terbentang berbagai bangsa Kanaan dengan kebiasaan dan penyembahan dewa-dewa mereka. Allah mengetahui bahwa godaan untuk mengikuti jalan bangsa-bangsa lain sangatlah besar. Oleh karena itu, Ia memberikan perintah ini untuk melindungi umat-Nya dari pengaruh buruk yang dapat menjauhkan mereka dari ketaatan kepada-Nya.
Frasa "membuat perjanjian" dalam konteks ini melampaui sekadar kesepakatan politik atau dagang. Ini mencakup segala bentuk integrasi, kompromi, atau pengikatan diri yang dapat mengarah pada adopsi cara hidup, nilai-nilai, atau bahkan praktik penyembahan dewa-dewa asing. Allah menginginkan umat-Nya memiliki identitas yang unik, yang berakar pada hubungan mereka dengan Dia. Menjalin perjanjian dengan bangsa-bangsa lain yang menyembah berhala sama saja dengan mengundang kehancuran spiritual ke dalam kehidupan mereka.
Mengapa perintah ini begitu penting? Karena penyembahan berhala pada masa itu bukanlah sekadar ritual, melainkan seringkali terkait dengan praktik moral yang bejat, seperti kekerasan, ketidakadilan, dan kebejatan seksual. Allah ingin umat-Nya berbeda. Ia ingin mereka menjadi terang di tengah kegelapan, sebuah bangsa yang mencerminkan kekudusan dan keadilan-Nya. Jika mereka bercampur dengan bangsa-bangsa lain dalam cara yang tidak sesuai dengan perintah Allah, mereka akan kehilangan identitas rohani mereka dan jatuh ke dalam dosa yang sama.
Relevansi Keluaran 23 33 tidak berhenti pada konteks sejarah Israel kuno. Dalam kehidupan modern, kita juga dihadapkan pada berbagai "dewa" dan "perjanjian" yang dapat menarik kita menjauh dari Allah. Dewa-dewa modern bisa berupa materi, kekuasaan, popularitas, atau kesenangan duniawi. Perjanjian-perjanjian yang kita buat bisa berarti mengorbankan prinsip-prinsip moral demi keuntungan pribadi, mengabaikan nilai-nilai rohani demi ambisi duniawi, atau terbawa arus budaya yang bertentangan dengan ajaran firman Tuhan. Kita diingatkan untuk berhati-hati agar tidak membuat "perjanjian" dengan hal-hal yang pada akhirnya akan mengerdilkan atau bahkan menggantikan hubungan kita dengan Allah.
Prinsipnya adalah menjaga kemurnian iman dan ketaatan kepada Allah. Ini berarti membuat pilihan sadar untuk memprioritaskan kehendak-Nya dalam setiap aspek kehidupan. Ini juga berarti membangun batasan yang sehat terhadap pengaruh-pengaruh yang dapat merusak iman kita. Ayat Keluaran 23 33 mengajarkan kita tentang pentingnya kekhususan dalam hubungan dengan Tuhan, sebuah kesetiaan yang tidak terbagi. Dengan menolak membuat "perjanjian" dengan hal-hal yang menjauhkan kita dari-Nya, kita membuka jalan bagi berkat-berkat-Nya untuk mengalir melimpah dalam kehidupan kita, memberikan kita kedamaian, kebenaran, dan tujuan yang sejati.