Keluaran 24 17

"Dan kemuliaan TUHAN hinggap di atas gunung Sinai, dan awan menutupinya selama enam hari. Lalu pada hari yang ketujuh Ia memanggil Musa dari tengah-tengah awan itu."

Ayat Keluaran 24:17 menyajikan sebuah gambaran yang kuat dan menakjubkan tentang kehadiran Allah yang kudus dan penuh kemuliaan. Kata-kata ini membawa kita kembali ke momen penting dalam sejarah bangsa Israel, di mana Musa diperintahkan untuk naik ke Gunung Sinai. Ini bukan sekadar pendakian biasa, melainkan sebuah perjalanan menuju perjumpaan ilahi yang transformatif. "Dan kemuliaan TUHAN hinggap di atas gunung Sinai," kata firman tersebut, menunjukkan bahwa puncak gunung itu diselimuti oleh manifestasi fisik dari hadirat Allah. Kehadiran ini bukan sesuatu yang samar atau abstrak, melainkan sesuatu yang dapat dilihat dan dirasakan, meskipun dalam bentuk yang luar biasa.

Deskripsi "awan menutupinya selama enam hari" memberikan kesan yang mendalam tentang durasi dan intensitas pengalaman ini. Selama enam hari, umat Israel di kaki gunung mungkin merasakan ketegangan, keheranan, dan antisipasi. Awan tersebut menjadi penanda misteri ilahi, menyembunyikan kehadiran yang begitu dahsyat namun sekaligus melindungi dari tatapan langsung yang mungkin tidak sanggup ditanggung oleh manusia. Ini adalah pengingat bahwa Allah itu kudus dan agung, melebihi pemahaman dan kemampuan manusia untuk sepenuhnya menggapainya. Awan sering kali menjadi simbol dari selubung kemuliaan Allah, seperti yang terlihat dalam pengalaman Israel di padang gurun.

Puncak dari penantian enam hari ini adalah pada hari ketujuh. Firman Tuhan menyatakan, "Lalu pada hari yang ketujuh Ia memanggil Musa dari tengah-tengah awan itu." Panggilan ini menandai momen puncak perjumpaan Musa dengan Allah. Di tengah kegelapan awan yang menyelimuti, Musa dipanggil untuk mendekat, untuk berbicara langsung dengan Sang Pencipta. Ini adalah sebuah kehormatan yang luar biasa, sebuah mandat ilahi untuk menerima hukum dan perjanjian dari Allah bagi umat-Nya. Penting untuk dicatat bahwa Musa tidak naik ke gunung atas kemauannya sendiri, melainkan dipanggil. Ini menegaskan kedaulatan Allah dalam memulai dan menentukan interaksi-Nya dengan manusia.

Keluaran 24:17 mengajarkan kita beberapa kebenaran penting. Pertama, Allah itu mulia dan kehadiran-Nya bersifat nyata. Kemuliaan-Nya adalah sesuatu yang mendahului dan melampaui ciptaan. Kedua, Allah memilih untuk menyingkapkan diri-Nya kepada umat-Nya, meskipun dengan cara yang sesuai dengan kekudusan-Nya. Awan yang menyelimuti gunung Sinai dapat diartikan sebagai penjagaan ilahi dan juga sebagai cara Allah untuk berbicara kepada manusia dalam bahasa yang dapat mereka pahami, yaitu melalui fenomena alam yang luar biasa. Ketiga, Allah memanggil orang-orang untuk melayani-Nya dan menyampaikan pesan-Nya. Panggilan Musa adalah contoh awal dari bagaimana Allah bekerja melalui individu untuk menggenapi rencana-Nya yang lebih besar.

Memikirkan ayat ini dalam konteks kekinian, kita diingatkan bahwa meskipun kita tidak melihat awan fisik di atas gunung Sinai, Allah tetap hadir dan berbicara kepada kita melalui Firman-Nya, melalui Roh Kudus, dan melalui kesaksian umat-Nya. Kemuliaan-Nya tetap menjadi sumber kekaguman dan harapan. Pelajaran dari Keluaran 24:17 adalah untuk senantiasa merespons panggilan-Nya dengan iman, kerendahan hati, dan kesediaan untuk menerima apa yang Dia firmankan, karena di dalam kehendak-Nya terletak kebaikan dan keselamatan kita yang abadi. Kehadiran-Nya, yang dahulu disaksikan di puncak gunung, kini hadir di hati setiap orang yang percaya.