Ayat penting dari Kitab Keluaran pasal 29, ayat 10, mengawali sebuah rangkaian ritual yang sangat krusial dalam sejarah keagamaan Israel: peresmian Harun dan putra-putranya sebagai imam besar dan imam-imam di bawah hukum Taurat. Perintah ini bukan sekadar seremonial belaka, melainkan fondasi mendasar yang meletakkan dasar bagi hubungan antara Allah dan umat-Nya melalui institusi imamat.
Langkah pertama dalam ritual ini adalah mempersembahkan seekor lembu jantan sebagai korban penghapus dosa. Perintah agar Harun dan putra-putranya meletakkan tangan mereka pada kepala lembu jantan menunjukkan pemindahan dosa dan ketidaklayakan mereka ke atas hewan tersebut. Tindakan ini secara simbolis menempatkan tanggung jawab dan beban kesalahan umat Israel, serta dosa-dosa yang mungkin mereka lakukan, kepada perwakilan mereka yang akan melayani di hadapan Allah.
Penempatan tangan ini, yang dikenal sebagai "semikhah," adalah sebuah tindakan teologis yang mendalam. Ia bukan hanya sekadar menyentuh, tetapi menyiratkan identifikasi, pengakuan, dan penyerahan diri. Harun dan anak-anaknya, yang akan menjadi perantara antara manusia dan Sang Ilahi, harus terlebih dahulu mengakili pemindahan dosa yang menjadi inti dari pelayanan imamat. Mereka harus sadar akan beratnya tugas yang diemban, di mana mereka berdiri di antara Allah yang kudus dan umat yang berdosa.
Lembu jantan yang dipilih sebagai korban ini juga memiliki signifikansi. Dalam konteks hukum Taurat, lembu jantan sering kali dikaitkan dengan korban penghapus dosa yang lebih besar, terutama ketika menyangkut kesalahan yang dilakukan oleh keseluruhan imamat atau oleh imam besar. Pemilihan hewan yang kuat dan berharga menunjukkan betapa seriusnya Allah memandang pemurnian imamat-Nya. Ini juga menyoroti bahwa pelayanan di hadirat Allah memerlukan pengorbanan yang tidak sedikit, dan bahwa pendamaian adalah prasyarat mutlak.
Seluruh proses ini, yang dimulai dengan ayat Keluaran 29:10, mengingatkan kita pada esensi kekudusan Allah dan kebutuhan manusia akan pendamaian. Institusi imamat yang didirikan melalui ritual ini adalah bentuk penyediaan Allah sendiri untuk menjembatani kesenjangan antara diri-Nya dan ciptaan-Nya yang jatuh. Melalui imam-imam yang diresmikan, umat Israel dapat mendekat kepada Allah, memberikan persembahan, dan menerima pengampunan.
Lebih jauh lagi, pemahaman kita tentang peresmian imamat ini diperluas melalui perspektif Perjanjian Baru. Yesus Kristus diakui sebagai Imam Besar yang sempurna, yang tidak memerlukan korban penghapus dosa untuk diri-Nya sendiri karena Ia tanpa dosa. Ia adalah penggenapan dari semua simbolisme yang ada dalam imamat Harun. Darah-Nya yang dicurahkan di kayu salib menjadi korban penghapus dosa yang sempurna dan final bagi seluruh umat manusia. Seperti Harun dan anak-anaknya meletakkan tangan pada lembu jantan, kita sekarang dapat meletakkan iman kita kepada Kristus, mentransfer dosa-dosa kita kepada-Nya, dan menerima pengampunan serta pendamaian yang kekal. Ayub 29:10 adalah pengingat akan kebutuhan abadi akan pendamaian, sebuah kebutuhan yang sepenuhnya dipenuhi dalam pengorbanan Yesus Kristus, Sang Imam Besar kita.