Keluaran 29

"Dan kamu harus menyembelih sapi jantan itu, lalu mengambil sebagian dari darahnya dan mengoleskannya pada cuping telinga Harun dan pada cuping telinga anak-anaknya, serta pada ibu jari tangan kanan mereka dan pada ibu jari kaki kanan mereka, lalu memercikkan sisa darah itu ke sekeliling mezbah."

Ayat Keluaran 29 ayat 20 ini membawa kita pada sebuah momen krusial dalam ritual penyucian dan pentahbisan para imam di bawah hukum Musa. Penggambaran tindakan spesifik seperti mengoleskan darah pada bagian-bagian tubuh tertentu – cuping telinga, ibu jari tangan, dan ibu jari kaki – bukan sekadar detail prosedural. Setiap elemen memiliki makna teologis yang mendalam, merangkum esensi dari pelayanan yang akan dijalani oleh para hamba Tuhan.

Mengoleskan darah pada cuping telinga menandakan penyerahan diri untuk mendengar Firman Tuhan. Para imam harus memiliki telinga yang peka terhadap suara Ilahi, siap mendengarkan perintah-Nya dan menyampaikan kehendak-Nya kepada umat. Ini adalah panggilan untuk menjadi saluran komunikasi antara Tuhan dan manusia, sebuah tugas yang membutuhkan kesediaan untuk mendengarkan terlebih dahulu sebelum berbicara.

Simbol pelayanan dan pengorbanan

Simbol pelayanan dan pengorbanan

Sementara itu, pengolesan darah pada ibu jari tangan melambangkan penyerahan diri untuk melakukan pekerjaan Tuhan. Tangan adalah alat untuk bertindak. Para imam dipanggil untuk menggunakan tangan mereka dalam melayani, melakukan korban, dan memimpin umat. Ini adalah penegasan bahwa setiap tindakan mereka harus diarahkan untuk kemuliaan Tuhan.

Terakhir, darah yang dioleskan pada ibu jari kaki menunjukkan kesiapan untuk berjalan di jalan Tuhan. Kaki membawa kita ke mana pun kita pergi. Para imam harus siap melangkah ke mana pun Tuhan mengarahkan mereka, membawa pesan-Nya ke berbagai tempat, dan hidup kudus dalam setiap langkah perjalanan mereka.

Ritual ini bukan hanya peringatan akan tanggung jawab para imam, tetapi juga merupakan gambaran foreshadowing dari pelayanan Yesus Kristus. Darah yang dicucurkan di kayu salib adalah korban yang sempurna dan kekal, yang menyucikan kita selamanya. Kaki-Nya berjalan ke mana pun Bapa mengarahkan-Nya, tangan-Nya melakukan pekerjaan Bapa, dan telinga-Nya senantiasa mendengar suara Bapa. Melalui darah Kristus, kita yang percaya dipanggil menjadi imamat yang kudus, yang siap mendengar, melakukan, dan berjalan dalam kehendak-Nya. Ayat ini menjadi pengingat akan panggilan kita masing-masing untuk hidup kudus dan melayani dengan segenap hati.