"Ketika Harun melihat itu, ia mendirikan mezbah di depan anak lembu itu, lalu Harun berseru, katanya: "Besok hari raya bagi TUHAN!"
Gambar ikonik anak lembu emas yang disembah bangsa Israel.
Kisah keluaran 32:5 membawa kita pada salah satu momen paling kritis dalam sejarah bangsa Israel. Setelah mengalami pembebasan yang ajaib dari perbudakan di Mesir, mereka kini berada di padang gurun, menunggu kepemimpinan ilahi yang nyata. Namun, di bawah kepemimpinan Harun yang sementara, kepercayaan mereka goyah. Terlihat betapa mudahnya hati manusia berpaling dari Tuhan ketika tekanan dan ketidakpastian melanda. Ayat ini secara lugas menggambarkan sebuah keputusan yang diambil Harun: mendirikan mezbah dan mendeklarasikan hari raya bagi Tuhan di depan anak lembu emas yang baru saja mereka buat. Ini adalah sebuah ironi yang menyayat hati, sebuah campuran antara upaya mempertahankan ritual keagamaan sambil menyekutukan Tuhan dengan berhala.
Konteks historis dari keluaran 32:5 menunjukkan bahwa bangsa Israel telah menyaksikan secara langsung kuasa Tuhan melalui berbagai mukjizat. Mereka telah merasakan pertolongan-Nya saat menyeberangi Laut Merah dan menerima roti dari surga (manna). Namun, ketika Musa, nabi mereka, terdiam di gunung Sinai untuk menerima hukum Taurat, keraguan mulai merayap. Ketidakpastian akan masa depan dan kerinduan akan sesuatu yang dapat mereka lihat dan pegang mendorong mereka untuk membuat anak lembu emas. Tindakan ini bukanlah sekadar kesalahan kecil, melainkan sebuah pemberontakan besar terhadap perjanjian mereka dengan Tuhan.
Peristiwa di keluaran 32:5 memberikan pelajaran yang tak ternilai mengenai bahaya penyembahan berhala dalam segala bentuknya. Anak lembu emas melambangkan kekayaan, kekuatan, dan keamanan duniawi yang coba dicari oleh bangsa Israel sebagai pengganti iman. Kita pun dapat tergoda untuk mengganti kepercayaan kita pada Tuhan dengan hal-hal lain yang tampak lebih nyata dan dapat dikendalikan, seperti kekayaan materi, status sosial, atau bahkan ambisi pribadi. Hal-hal ini, meskipun tidak buruk pada dasarnya, dapat menjadi berhala jika ia mengambil tempat utama dalam hati kita dan menggeser Tuhan dari kedudukan-Nya.
Pesan dari ayat ini juga menekankan pentingnya konsistensi dalam iman. Harun mencoba menciptakan keseimbangan yang mustahil, yaitu menyembah Tuhan sambil mengakui dan mengadopsi praktik-praktik penyembahan berhala. Ini adalah peringatan keras bahwa Tuhan menuntut kesetiaan yang penuh. Tidak ada kompromi yang bisa diterima ketika menyangkut hubungan kita dengan Pencipta. Kita dipanggil untuk hidup dalam integritas, mengarahkan seluruh hati kita kepada-Nya. Kisah ini mengajarkan bahwa ketidaktaatan, sekecil apapun kesannya, dapat memiliki konsekuensi yang besar. Namun, di balik peringatan keras ini, tersimpan juga harapan akan pengampunan dan pemulihan jika ada pertobatan yang tulus, sebagaimana yang kemudian ditunjukkan oleh belas kasihan Tuhan terhadap umat-Nya. Refleksi dari keluaran 32:5 mengingatkan kita untuk terus memeriksa hati kita, memastikan bahwa kesetiaan kita hanya tertuju pada Tuhan semata.