"Dan ia menyuruh membuat tempat cuci dari tembaga, dari cermin-cermin para wanita yang berjaga di pintu Kemah Pertemuan."
Ayat Keluaran 38 ayat 8 sering kali terlewatkan di tengah narasi besar pembangunan Tabernakel. Namun, di dalamnya tersimpan sebuah pesan kuat tentang partisipasi dan pengabdian. Ayat ini menyoroti bagaimana bahan-bahan yang digunakan dalam pembangunan rumah ibadah ilahi tidak hanya berasal dari sumber daya yang mewah atau monumental, tetapi juga dari kontribusi tulus para individu. Dalam konteks ini, para wanita yang berjaga di pintu Kemah Pertemuan memberikan cermin-cermin mereka. Tindakan ini mungkin tampak sederhana, namun memiliki makna yang mendalam.
Cermin pada masa itu, terbuat dari logam yang dipoles, adalah benda yang berharga dan sering kali digunakan dalam keperluan pribadi. Dengan mendonasikan cermin-cermin ini, para wanita menunjukkan kesediaan mereka untuk memberikan yang terbaik dari milik mereka demi pembangunan tempat di mana umat dapat beribadah dan mengalami hadirat Tuhan. Hal ini melampaui sekadar sumbangan materi; ini adalah ekspresi dari hati yang penuh pengabdian dan keinginan untuk menjadi bagian dari sesuatu yang sakral.
Yang menarik adalah penempatan tempat cuci tersebut. Dibuat dari cermin-cermin para wanita, tempat cuci ini berfungsi sebagai area pemurnian bagi para imam sebelum mereka memasuki area yang lebih suci di dalam Tabernakel. Ini menyimbolkan pentingnya kebersihan rohani dan kesiapan sebelum menghadap Tuhan. Penggunaan cermin, yang merefleksikan diri sendiri, dapat diartikan sebagai panggilan untuk introspeksi, untuk memeriksa hati dan niat sebelum mendekat kepada yang Maha Suci. Ini mengajarkan bahwa ibadah sejati dimulai dari hati yang murni dan siap.
Kisah ini memberikan pelajaran berharga bagi kita di masa kini. Seringkali, kita merasa kontribusi kita terlalu kecil atau tidak berarti dalam skala yang lebih besar. Namun, Keluaran 38:8 mengingatkan bahwa setiap pemberian yang tulus, sekecil apapun, memiliki nilai di hadapan Tuhan. Partisipasi aktif, dengan hati yang rela dan keinginan untuk melayani, adalah inti dari pengabdian yang sesungguhnya. Bahan-bahan dari cermin-cermin ini kemudian diubah menjadi alat yang berfungsi penting, sebuah transformasi yang menggambarkan bagaimana pemberian kita dapat digunakan untuk tujuan yang lebih mulia.
Lebih jauh lagi, ayat ini menggarisbawahi kesatuan umat dalam tujuan bersama. Baik para pembuat, para pemimpin, maupun individu seperti para wanita yang memberikan sumbangan, semuanya bekerja sebagai satu kesatuan yang terintegrasi. Kesuksesan pembangunan Tabernakel bukanlah hasil kerja satu individu, melainkan buah dari kolaborasi dan kerelaan banyak orang. Tempat cuci dari cermin ini menjadi pengingat visual bahwa keindahan ibadah tidak hanya terletak pada struktur fisik, tetapi juga pada fondasi hati yang memberikan dan kesiapan untuk menyucikan diri.
Merenungkan Keluaran 38:8 membuka pemahaman kita tentang dimensi lain dari ibadah dan pelayanan. Ini mengajarkan bahwa setiap elemen, setiap kontribusi, dan setiap tindakan kesediaan memiliki tempatnya dalam rencana ilahi. Keindahan Tabernakel bukan hanya pada emas dan permata, tetapi juga pada semangat pengorbanan dan ketulusan yang terkandung di dalamnya, seperti yang tercermin dari cermin-cermin para wanita yang memberikan diri mereka, baik secara materi maupun spiritual.