Kisah Rasul 14:2 - Iman yang Mengundang Pertentangan
"Tetapi di kota itu orang Yahudi yang tidak mau percaya, menghasut dan membangkitkan amarah bangsa-bangsa asing terhadap saudara-saudara itu."Ayat dari Kisah Rasul 14:2 memberikan gambaran yang tajam mengenai realitas pahit yang dihadapi oleh para rasul dalam penyebaran Injil. Ketika Paulus dan Barnabas tiba di Ikonium, mereka melakukan seperti kebiasaan mereka: masuk ke rumah ibadat orang Yahudi dan berbicara di sana sedemikian rupa sehingga sejumlah besar orang Yahudi dan Yunani menjadi percaya. Ini adalah awal yang penuh harapan, sebuah bukti bahwa pesan Kristus memiliki daya tarik universal dan mampu menjangkau berbagai latar belakang budaya. Namun, kebahagiaan dan keberhasilan ini tidak berlangsung lama.
Konflik dan Perlawanan
Di tengah keberhasilan pelayanan mereka, muncul kekuatan oposisi yang kuat. Ayat tersebut secara spesifik menyebutkan "orang Yahudi yang tidak mau percaya". Kelompok ini, yang dulunya menjadi komunitas tempat para rasul memulai pelayanan mereka, kini berbalik menjadi penentang utama. Tindakan mereka adalah "menghasut dan membangkitkan amarah bangsa-bangsa asing". Ini menunjukkan sebuah strategi yang licik: tidak hanya menolak kabar baik itu sendiri, tetapi juga secara aktif mengadu domba orang lain terhadap para pembawa pesan.
Penghasutan ini bukan sekadar percakapan biasa. Kata "menghasut" (Yunani: *epithyō*) bisa berarti menanamkan kebencian, memprovokasi, atau bahkan membuat orang memiliki niat jahat. Sementara itu, "membangkitkan amarah" (Yunani: *paroxynō*) menyiratkan sesuatu yang lebih intens, seperti memicu kemarahan, membuat orang menjadi sangat gusar, atau bahkan mendorong tindakan kekerasan. Para rasul, yang datang untuk membawa damai dan kasih, justru dihadapi dengan kebencian dan kemarahan yang dibangkitkan oleh sesama mereka.
Mengapa Perlawanan Begitu Sengit?
Perlawanan ini sering kali timbul dari berbagai faktor. Pertama, penolakan terhadap kebenaran yang dibawakan oleh para rasul dapat berasal dari kesombongan intelektual atau kebanggaan akan tradisi dan keyakinan lama mereka. Ajaran tentang Yesus sebagai Mesias, kematian dan kebangkitan-Nya, serta seruan untuk pertobatan dan iman, sering kali dianggap menghujat dan merusak tatanan yang ada.
Kedua, keberhasilan Injil yang menjangkau bangsa-bangsa asing (non-Yahudi) juga menjadi titik gesekan. Beberapa orang Yahudi merasa terancam oleh perluasan pengaruh kekristenan di luar komunitas mereka. Mereka mungkin melihat ini sebagai pengkhianatan terhadap perjanjian Allah atau penurunan status eksklusif mereka sebagai umat pilihan. Penghasutan terhadap "bangsa-bangsa asing" menunjukkan upaya untuk menjaga kemurnian atau supremasi keyakinan mereka dengan cara membangkitkan ketakutan dan permusuhan terhadap ide-ide baru.
Ketabahan di Tengah Badai
Meskipun menghadapi pertentangan yang begitu hebat, para rasul tidak gentar. Kisah selanjutnya dari pasal ini menunjukkan bagaimana mereka tetap bertahan dan terus memberitakan Injil, bahkan ketika mereka terpaksa melarikan diri ke kota lain. Ayat 14:2 bukan hanya tentang permulaan masalah, tetapi juga menjadi latar belakang yang menegaskan keberanian dan ketahanan iman para rasul. Mereka mengerti bahwa penganiayaan dan penolakan adalah bagian dari perjalanan pelayanan, dan bahwa Injil itu sendiri memiliki kekuatan untuk mengatasi segala rintangan. Pesan ini tetap relevan hingga kini, mengingatkan kita bahwa iman sejati sering kali diuji dalam menghadapi perlawanan, namun justru di sanalah kekuatan dan kebenarannya semakin terbukti.