Kisah Rasul 16:22 - Peristiwa di Filipi

"Maka orang banyak lalu bangkit menyerang mereka, dan hakim-hakim menyuruh mengoyakkan pakaian mereka dan memerintahkan supaya mereka didera."

Ikon K gesper di Filipi

Kisah Para Rasul pasal 16 mencatat salah satu perjalanan misi Rasul Paulus yang penuh tantangan dan mukjizat. Dalam perikop 16:22, kita disuguhkan sebuah momen krusial ketika Paulus dan Silas menghadapi penolakan keras di kota Filipi. Momen ini bukan sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah ilustrasi kuat tentang iman yang teguh di tengah kesulitan, serta kekuatan doa yang mampu mengguncang fondasi dunia.

Setelah tiba di Filipi, sebuah koloni Romawi di Makedonia, Paulus dan Silas bertemu dengan Lidia, seorang pedagang kain ungu yang kemudian menjadi orang percaya pertama di Eropa berkat pemberitaan mereka. Namun, sukacita perjumpaan ini segera dibayangi oleh peristiwa tak terduga. Mereka bertemu dengan seorang perempuan budak yang dirasuki roh tenung, yang seringkali mendatangkan keuntungan bagi tuannya. Paulus, atas dasar belas kasihan dan otoritas Roh Kudus, mengusir roh jahat tersebut dari perempuan itu.

Tindakan Paulus ini, meskipun mulia, justru menimbulkan kemarahan besar dari para pemilik perempuan budak tersebut. Kehilangan sumber pendapatan mereka membuat mereka menjadi geram. Mereka tidak hanya marah, tetapi juga menggunakan pengaruh mereka untuk membangkitkan massa yang marah. Di bawah pengaruh para pemilik budak, orang banyak di Filipi berkumpul dan menyerang Paulus dan Silas. Ayat 22 dengan gamblang menggambarkan situasi yang mengerikan ini: "Maka orang banyak lalu bangkit menyerang mereka, dan hakim-hakim menyuruh mengoyakkan pakaian mereka dan memerintahkan supaya mereka didera."

Kekerasan fisik yang mereka alami sangat brutal. Pakaian mereka dikoyak, menunjukkan niat untuk menyakiti secara lahiriah, sebelum cambukan menggores kulit mereka. Deraan di zaman kuno bisa sangat menyakitkan dan meninggalkan luka parah. Namun, di tengah penderitaan ini, Paulus dan Silas tidak menunjukkan keputusasaan atau kebencian. Sebaliknya, Kitab Suci mencatat sebuah kejadian luar biasa yang terjadi setelah mereka dimasukkan ke dalam penjara paling dalam dan kakinya dibelenggu dalam kayu pasungan.

Alih-alih meratap atau mengutuk nasib mereka, pada tengah malam, Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah. Tindakan ini adalah bukti iman yang luar biasa. Mereka tidak membiarkan rasa sakit dan ketidakadilan merenggut sukacita dan harapan mereka. Mereka tahu bahwa Allah mereka berkuasa atas segala situasi, bahkan di dalam penjara yang paling gelap.

Kisah Para Rasul 16:22 mengingatkan kita bahwa pelayanan Injil seringkali diiringi dengan penganiayaan dan kesulitan. Namun, respons yang diajarkan oleh Paulus dan Silas adalah untuk tetap berpegang teguh pada iman, berdoa, dan memuji Allah, tidak peduli seberapa berat tantangan yang dihadapi. Penderitaan mereka di Filipi akhirnya justru membawa kepada mukjizat kelepasan dan pertobatan kepala penjara beserta seluruh keluarganya, membuktikan bahwa bahkan dari dalam kegelapan dan kesakitan, Allah dapat bekerja untuk kebaikan dan kemuliaan-Nya.