Kisah Rasul 17:21

"Sebab semua orang Athena dan orang-orang asing yang tinggal di situ tidak suka menghabiskan waktu mereka melainkan untuk mendengar barang baru atau menceritakannya."

Kisah Para Rasul pasal 17 mencatat sebuah perjalanan penting Rasul Paulus yang membawanya ke Athena, salah satu pusat intelektual dan budaya Yunani kuno. Di kota yang penuh dengan filsafat, seni, dan ilmu pengetahuan ini, Paulus menyaksikan semangat intelektual yang tinggi di kalangan penduduknya. Ayat 21 secara spesifik menggambarkan bagaimana orang-orang Athena, baik warga asli maupun para pendatang, memiliki kegemaran yang luar biasa untuk berdiskusi, mencari informasi baru, dan menyebarkannya.

Ayat ini memberikan gambaran yang jelas tentang budaya debat dan keingintahuan intelektual yang mendominasi Athena pada masa itu. Mereka tidak hanya puas dengan pengetahuan yang sudah ada, tetapi senantiasa haus akan ide-ide segar, argumen baru, dan cerita-cerita menarik. Lingkungan seperti inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh Paulus untuk menyampaikan ajaran Injil. Ia tidak datang dengan paksaan, melainkan dengan pendekatan yang cerdas, menyesuaikan diri dengan audiensnya. Paulus mengamati altar yang didirikan untuk "Dewa yang Tidak Dikenal" dan menjadikannya titik awal untuk memperkenalkan Kristus.

Semangat mencari "barang baru" dan "menceritakannya" ini, meskipun dalam konteks pencarian pengetahuan duniawi, mencerminkan sebuah kerinduan mendasar manusia untuk memahami dunia di sekitarnya dan berbagi penemuan. Dalam konteks rohani, kerinduan ini bisa diarahkan pada pencarian kebenaran ilahi. Rasul Paulus sendiri adalah teladan dalam hal ini, tidak pernah berhenti belajar dan mengajarkan kebenaran Injil dengan berbagai cara yang sesuai dengan latar belakang pendengarnya.

Kisah ini mengajarkan kita pentingnya pemahaman terhadap audiens. Paulus tidak berbicara dalam bahasa yang asing bagi orang Athena. Ia menggunakan logika, filsafat, dan contoh-contoh yang mereka kenal. Ini bukan berarti merendahkan kebenaran Injil, melainkan menyajikannya dengan cara yang dapat dipahami dan diterima oleh mereka. Keingintahuan mereka terhadap hal baru ternyata menjadi pintu masuk bagi Injil, sebuah "barang baru" yang paling revolusioner dan transformatif.

Kita dapat mengambil pelajaran berharga dari sikap orang Athena ini. Meskipun kita tidak boleh terjebak dalam sekadar mencari hal-hal baru tanpa substansi, semangat untuk belajar, bertanya, dan berbagi pengetahuan yang positif adalah anugerah. Paulus menggunakan kesempatan ini untuk memperkenalkan kabar baik keselamatan, yang merupakan "barang baru" sejati bagi mereka yang belum pernah mendengarnya. Ia menunjukkan bahwa kebenaran rohani lebih berharga daripada sekadar cerita atau filsafat manusia.

Pada akhirnya, ayat ini mengingatkan kita bahwa di setiap budaya, bahkan yang paling berfokus pada intelektualisme, ada celah untuk kebenaran yang lebih dalam. Tugas kita, seperti Paulus, adalah mengenali kesempatan itu dan menyampaikannya dengan hikmat, keberanian, dan kasih, sehingga "barang baru" yang kita bawa dapat mengubah kehidupan.

Hikmat & Kebenaran