Kisah Rasul 19: 28 - Kegaduhan Akibat Ajaran Paulus

"Dan ketika mereka mendengar hal itu, mereka menjadi marah dan berteriak, "Besarlah Artemis orang Efesus!"
Pergolakan di Efesus

Kisah Para Rasul pasal 19 mencatat salah satu peristiwa paling dramatis yang dihadapi Rasul Paulus dalam pelayanannya. Di kota Efesus, sebuah pusat kebudayaan dan keagamaan yang penting di Asia Kecil, ajaran Paulus mengenai Yesus Kristus mulai menimbulkan gejolak sosial yang signifikan. Paulus telah berada di Efesus selama lebih dari dua tahun, mengajar dan melakukan mujizat, yang membawa banyak orang berpaling dari dewa-dewa mereka dan menyembah Tuhan yang benar. Keberhasilan pelayanannya ini, meskipun membawa banyak berkat rohani, juga menarik perhatian dan menimbulkan kemarahan dari pihak-pihak yang merasa terancam. Salah satu kelompok yang paling merasa terancam adalah para pengrajin perak yang mata pencaharian mereka bergantung pada pembuatan patung Dewi Artemis. Artemis, atau Diana dalam bahasa Latin, adalah dewi kesuburan, perburuan, dan pelindung kota Efesus. Kuil Artemis di Efesus adalah salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Kuno, dan pemujaannya merupakan sumber pendapatan besar bagi banyak orang, termasuk Demetrius, seorang pengrajin perak terkemuka. Ketika ajaran Paulus menyebar luas, banyak orang mulai meninggalkan penyembahan berhala, termasuk patung Artemis, yang berdampak langsung pada bisnis para pengrajin ini. Mereka melihat ajaran Paulus bukan hanya sebagai ancaman spiritual, tetapi juga ancaman ekonomi yang serius. Demetrius kemudian mengumpulkan para pengrajin lain yang memiliki profesi serupa. Ia memaparkan kekhawatiran mereka dengan nada yang provokatif, menekankan bagaimana ajaran Paulus merusak kehormatan dewi mereka dan juga mengurangi penghidupan mereka. "Bukan hanya itu," katanya, seperti yang tercatat dalam Kisah Para Rasul 19:27, "tetapi ada juga bahaya bahwa kuil Dewi Agung Artemis, yang dihormati seluruh Asia dan seluruh dunia, akan dianggap remeh, dan dewinya, yang dipuja oleh seluruh Asia dan seluruh dunia, akan kehilangan kebesarannya." Kata-kata ini berhasil membangkitkan kemarahan dan semangat fanatisme di antara para hadirin. Akibatnya, seperti yang digambarkan dalam ayat 28, kerumunan besar terbentuk. Mereka dipenuhi amarah dan mulai berteriak serempak, "Besarlah Artemis orang Efesus!" Teriakan ini bukan sekadar ekspresi kekaguman, tetapi sebuah deklarasi penolakan terhadap ajaran Paulus dan pembelaan terhadap dewi pelindung mereka. Kerumunan itu semakin membesar dan memenuhi alun-alun kota, didorong oleh kepanikan dan kemarahan kolektif. Mereka kemudian menyerbu tempat umum, menarik serta Yakobus dan Aristarkhus, kedua rekan Paulus, dengan tujuan membawa mereka ke hadapan rakyat. Untungnya, Paulus sendiri ingin menghadapi kerumunan itu, tetapi para murid melarangnya. Peristiwa ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh agama dan tradisi di masyarakat kuno, serta bagaimana penyebaran ajaran baru yang menantang tatanan yang ada dapat memicu reaksi keras. Meskipun Paulus dan para muridnya menghadapi bahaya besar, Tuhan bekerja untuk melindungi mereka. Para pejabat kota akhirnya berhasil meredakan kerumunan, dan Paulus akhirnya diizinkan untuk meninggalkan Efesus, meskipun pengalaman ini tentu meninggalkan bekas mendalam. Kisah ini menjadi pengingat akan tantangan yang dihadapi para penyebar Injil dalam memperkenalkan pesan keselamatan kepada dunia yang sudah terbiasa dengan cara hidup dan kepercayaan yang berbeda.