Ayat Kisah Para Rasul 20:19 ini membawakan sebuah refleksi mendalam mengenai esensi pelayanan sejati, terutama yang dicontohkan oleh Rasul Paulus. Dalam ayat ini, Paulus menguraikan bagaimana ia menjalani panggilannya, yaitu melayani Tuhan. Namun, bukan sekadar pelayanan biasa, melainkan pelayanan yang dilakukan dengan "segala kerendahan hati dan dengan air mata". Pengakuan ini bukanlah tanda kelemahan, melainkan bukti kedalaman komitmen dan integritasnya di hadapan Tuhan dan sesama.
Kerendahan hati dalam pelayanan berarti menempatkan kehendak Tuhan di atas kepentingan pribadi. Ini adalah sikap yang selalu siap belajar, mengakui keterbatasan diri, dan tidak mencari kemuliaan bagi diri sendiri, melainkan memuliakan Sang Pelayan Agung. Paulus, seorang tokoh besar dalam sejarah gereja, tidak pernah mengagungkan dirinya sendiri. Ia selalu menekankan bahwa segala sesuatu yang dilakukannya adalah anugerah dan kekuatan dari Tuhan.
Di samping kerendahan hati, "air mata" yang disebutkan Paulus menunjukkan bahwa pelayanan tidak selalu mudah. Ada kalanya pelayanan itu dibarengi dengan kesedihan, pergumulan, bahkan penderitaan. Air mata ini bisa jadi adalah air mata keprihatinan atas kondisi jemaat yang ia layani, air mata perjuangan melawan dosa dan kejahatan, atau air mata karena penganiayaan dan penolakan yang ia alami.
Paulus juga secara spesifik menyebutkan "cobaan yang kualami dalam persiapan orang-orang Yahudi". Ini mengindikasikan bahwa pelayanan seringkali menemui hambatan, terutama dari mereka yang seharusnya menjadi pendengar pertama dan paling antusias. Tantangan dan penolakan dari kaumnya sendiri tentu menjadi luka yang mendalam bagi Paulus, namun ia tetap teguh dalam pelayanannya. Kisah Para Rasul mencatat berbagai pengalaman pahit yang dihadapi Paulus, termasuk penjara, pukulan, dan ancaman maut. Namun, semua itu tidak pernah memadamkan semangatnya.
Makna Pelayanan di Era Modern
Pesan dari Kisah Para Rasul 20:19 tetap relevan hingga kini. Di tengah masyarakat yang seringkali menghargai pencapaian dan pengakuan eksternal, teladan kerendahan hati dan ketekunan Paulus menjadi pengingat penting. Pelayanan yang sejati bukanlah tentang popularitas atau keuntungan pribadi, melainkan tentang ketaatan kepada panggilan ilahi dan kasih yang tulus kepada sesama.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa menerapkan prinsip ini dalam berbagai bentuk pelayanan: di keluarga, di lingkungan kerja, di gereja, atau di masyarakat luas. Melayani dengan rendah hati berarti melakukannya tanpa pamrih, tanpa mengharapkan balasan, dan tanpa merasa lebih baik dari orang lain. Menghadapi kesulitan dan tantangan dalam pelayanan, kita diingatkan untuk tidak mudah menyerah, melainkan belajar dari pengalaman dan terus bersandar pada kekuatan Tuhan, sebagaimana Paulus juga menghadapi cobaan dengan keteguhan iman.
Air mata yang mengiringi pelayanan juga mengajarkan kita untuk memiliki hati yang peka terhadap kebutuhan orang lain dan terhadap kehendak Tuhan. Pelayanan yang hanya bersifat fisik atau lahiriah tidak akan pernah sama nilainya dengan pelayanan yang lahir dari hati yang tulus, yang dibalut kerendahan hati dan disertai doa serta empati. Kisah Rasul 20:19 adalah panggilan untuk memperbarui motivasi pelayanan kita, menjadikan Kristus sebagai teladan utama, dan melayani dengan sepenuh hati, dalam segala situasi.