"Setibanya kami di sana, setelah beberapa hari lamanya, datanglah seorang bernama Agabus dari Yudea."
Kisah Para Rasul 21:10 memperkenalkan kita pada momen krusial dalam perjalanan misi Rasul Paulus. Setelah bertahun-tahun melayani dan menyebarkan Injil ke berbagai penjuru dunia, Paulus merasa terpanggil untuk kembali ke Yerusalem. Misi ini bukan hanya sekadar kunjungan biasa, melainkan sebuah perjalanan yang sarat dengan makna spiritual dan persiapan ilahi.
Di Tirus, tempat mereka berhenti, sebuah pertemuan yang penuh kehangatan terjadi. Namun, suasana tersebut segera diwarnai oleh kehadiran seorang nabi yang tak terduga, yaitu Agabus. Nama Agabus sendiri sudah dikenal dalam Kitab Kisah Para Rasul sebelumnya, di mana ia pernah menubuatkan kelaparan besar yang akan melanda seluruh dunia (Kisah Para Rasul 11:28). Kehadirannya kali ini membawa pesan yang lebih personal dan menggugah.
Agabus, yang datang dari Yudea, sebuah provinsi yang merupakan pusat keagamaan bagi umat Yahudi, membawa sebuah nubuatan yang spesifik tentang apa yang akan menimpa Paulus. Dalam ayat-ayat selanjutnya (Kisah Para Rasul 21:11), digambarkan bagaimana Agabus mengambil ikat pinggang Paulus, lalu mengikat kaki dan tangannya sendiri dengan ikat pinggang tersebut. Melalui tindakan simbolis ini, Agabus menubuatkan dengan jelas bahwa Paulus akan ditangkap oleh orang-orang Yahudi di Yerusalem dan diserahkan ke tangan bangsa-bangsa lain. Nubuat ini sungguh mengejutkan dan menimbulkan kekhawatiran mendalam bagi rekan-rekan seperjalanan Paulus.
Peristiwa ini bukanlah sebuah kebetulan. Ini adalah bukti nyata bahwa Tuhan senantiasa bekerja dalam kehidupan para hamba-Nya, bahkan di saat-saat yang paling genting sekalipun. Nubuatan Agabus berfungsi sebagai peringatan dini. Ini memberi Paulus dan rekan-rekannya kesempatan untuk bersiap, baik secara fisik maupun rohani, menghadapi apa yang akan datang. Meskipun pesan tersebut mengandung peringatan tentang penderitaan, ia juga menyiratkan adanya campur tangan ilahi yang mengarahkan seluruh rangkaian peristiwa.
Rekan-rekan Paulus, yang sangat mengasihi dan mengkhawatirkan keselamatan tuannya, mendesaknya untuk tidak melanjutkan perjalanan ke Yerusalem. Mereka menangis dan memohon agar Paulus mengurungkan niatnya demi keselamatannya. Namun, Paulus menunjukkan keteguhan iman yang luar biasa. Ia menjawab, "Mengapa kamu menangis dan merusakkan hatiku? Sebab aku ini siap, bukan saja untuk diikat, tetapi juga untuk mati di Yerusalem oleh karena nama Tuhan Yesus" (Kisah Para Rasul 21:13). Jawaban Paulus mencerminkan pemahamannya yang mendalam tentang panggilan ilahi dan kesiapannya untuk menanggung segala konsekuensi demi kesaksian Kristus.
Kisah Rasul 21:10, meskipun hanya sebuah ayat pendek, membuka pintu untuk memahami lebih dalam tentang iman, keberanian, dan rencana Tuhan yang seringkali melampaui pemahaman manusia. Nubuat Agabus adalah bagian dari perjalanan keselamatan yang lebih besar, di mana setiap penderitaan Paulus justru menjadi kesaksian yang kuat bagi dunia tentang kebenaran Injil.
Kisah ini mengingatkan kita bahwa dalam pelayanan dan perjalanan iman, kita mungkin akan menghadapi tantangan dan cobaan yang berat. Namun, seperti Paulus, kita dipanggil untuk tetap teguh, mempercayakan segalanya kepada Tuhan, dan siap menghadapi apa pun demi nama-Nya. Nubuatan, meskipun seringkali menakutkan, pada dasarnya adalah bentuk pemeliharaan ilahi yang mempersiapkan kita untuk masa depan, memberdayakan kita untuk tetap berdiri teguh di tengah badai kehidupan.