Kisah Rasul 21:15 - Perjalanan yang Tentukan Nasib

"Sesudah itu kami berkemas dan pergi ke Yerusalem."

Ayat dari Kisah Para Rasul 21:15 ini, meskipun singkat, membuka pintu menuju salah satu babak paling krusial dalam pelayanan Rasul Paulus. Frasa "sesudah itu kami berkemas dan pergi ke Yerusalem" bukan sekadar pemberitahuan geografis, melainkan penanda dimulainya sebuah perjalanan yang dipenuhi dengan visi ilahi, peringatan profetik, dan pengorbanan pribadi yang luar biasa. Perjalanan ini adalah titik balik yang tak terhindarkan, menghubungkan upaya penginjilan Paulus yang luas dengan pusat gereja mula-mula di Yerusalem, dan pada akhirnya, mengantarkannya pada penangkapan dan persidangan yang akan membentuk kembali narasi Kekristenan.

Pada titik ini dalam narasi Kisah Para Rasul, Paulus telah menghabiskan bertahun-tahun mengabarkan Injil ke berbagai bangsa, mendirikan jemaat-jemaat baru di seluruh wilayah Asia Kecil dan Yunani. Misi-misinya penuh tantangan, penganiayaan, dan mukjizat, namun kesetiaannya kepada panggilan Tuhan tidak pernah goyah. Sekarang, ada dorongan yang kuat dari Roh Kudus dan dorongan dari para penatua di Antiokhia untuk kembali ke Yerusalem. Ini bukan sekadar perjalanan biasa; ini adalah penyerahan diri Paulus untuk memenuhi apa yang telah dinubuatkan kepadanya.

Ketika Paulus dan rombongannya tiba di Kaisarea, mereka disambut oleh Filipus, salah satu dari tujuh diaken pertama. Di sana, seorang nabi bernama Agabus datang dari Yudea. Pengalamannya dengan Agabus di kemudian hari saat di Antiokhia sudah cukup menakutkan, di mana Agabus menggunakan ikat pinggang Paulus untuk menggambarkan penangkapan Paulus. Kejadian ini terulang kembali di Kaisarea, namun kali ini dengan gambaran yang lebih dramatis. Agabus mengambil ikat pinggang Paulus, mengikat tangan dan kakinya sendiri, dan menyatakan, "Beginilah kata Roh Kudus: ‘Orang yang empunya ikat pinggang ini akan dibelenggu dengan cara demikian oleh orang-orang Yahudi di Yerusalem, dan mereka akan menyerahkan dia ke tangan bangsa-bangsa bukan Yahudi.’" (Kisah Para Rasul 20:11).

Peringatan ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran besar bagi Paulus dan rekan-rekannya. Para sahabatnya di Kaisarea memohon agar Paulus tidak melanjutkan perjalanannya ke Yerusalem. Air mata dan permohonan mereka menunjukkan betapa besar cinta dan kekhawatiran mereka terhadap Paulus, yang telah menjadi pelayan yang berharga bagi banyak orang. Namun, hati Paulus tertuju pada satu tujuan. Dia menjawab dengan tegas, "Mengapa kamu menangis dan meremukkan hatiku? Sebab aku bersedia bukan saja untuk dibelenggu, tetapi juga untuk mati di Yerusalem demi nama Tuhan Yesus." (Kisah Para Rasul 21:13). Keteguhan hati ini adalah bukti iman yang mendalam dan kesadaran akan panggilan ilahi yang harus dipenuhi, terlepas dari konsekuensinya.

Jadi, "sesudah itu kami berkemas dan pergi ke Yerusalem." Perjalanan ini menandai awal dari akhir masa pelayanan Paulus yang penuh kebebasan. Di Yerusalem, ia akan ditangkap, didera penganiayaan, dan akhirnya, dibawa ke Roma untuk diadili. Namun, dari dalam penjara, Paulus akan terus menulis surat-surat yang sekarang menjadi bagian integral dari Perjanjian Baru, memberikan penghiburan, pengajaran, dan dorongan bagi gereja di seluruh dunia. Kisah Rasul 21:15 mengingatkan kita bahwa terkadang, jalan yang paling penting bagi pelayanan kita bukanlah jalan yang paling mudah, melainkan jalan yang dipimpin oleh Tuhan, bahkan ketika jalan itu membawa kita pada penderitaan dan pengorbanan yang besar. Ini adalah kisah tentang kesetiaan yang tak tergoyahkan dan iman yang berani.