Kisah Rasul 24:22 membawa kita ke momen krusial dalam kehidupan Rasul Paulus. Setelah ditangkap di Yerusalem, Paulus dibawa ke Kaisarea untuk diadili di hadapan prokonsul Yudea, Feliks. Tuduhan yang dilayangkan kepadanya bervariasi, mulai dari penghasut, pemimpin sekte Nazaret, hingga pencemaran bait Allah. Namun, di balik semua tuduhan tersebut, nampak jelas bahwa permasalahan Paulus lebih berakar pada keyakinan dan pewartaan Injil yang ia jalankan.
Pada persidangan yang tercatat dalam pasal 24 Kitab Kisah Para Rasul ini, terlihat bagaimana Paulus dengan cerdas dan berani membela diri. Ia memaparkan ajarannya tentang kebangkitan orang mati, yang menjadi inti dari imannya. Ia juga menekankan bahwa tidak ada yang salah dengan apa yang ia lakukan, melainkan justru ia menaati Taurat dan para nabi. Ini menunjukkan bahwa imannya kepada Yesus Kristus tidak bertentangan dengan warisan spiritual Yahudi, melainkan penggenapannya.
Feliks, sang hakim, digambarkan sebagai sosok yang memiliki pemahaman mengenai ajaran Kristen. Lukas menuliskan bahwa Feliks "cukup mengenai hal itu". Ini bisa diartikan bahwa Feliks sudah pernah mendengar tentang ajaran Kristus, mungkin dari Paulus sendiri atau dari sumber lain. Ia juga memahami bahwa tuduhan terhadap Paulus tidaklah kokoh dan berakar pada kebencian atau kecemburuan dari pihak para penuduh Yahudi. Namun, meskipun memiliki pemahaman, Feliks tidak mengambil keputusan yang tegas.
Keputusan Feliks untuk menangguhkan persidangan adalah contoh klasik dari penundaan yang didorong oleh kepentingan pribadi dan ketidakberanian untuk menghadapi kebenaran yang lebih besar. Ia berkata, "Apabila Lisias, kepala pasukan itu, datang, aku akan memutuskan perkaramu." Ini hanyalah dalih. Feliks sebenarnya berharap Paulus akan memberinya uang suap. Selama dua tahun, Paulus ditahan di Kaisarea, yang ironisnya memberikannya kesempatan untuk terus bersaksi tentang Kristus kepada banyak orang, termasuk kepada Feliks dan istrinya, Drusila.
Kisah ini mengajarkan kita bahwa terkadang, orang yang memiliki kesempatan untuk memahami dan bahkan mengadopsi kebenaran, memilih untuk menunda atau mengabaikannya demi kenyamanan atau keuntungan sesaat. Penundaan Feliks bukan karena ketidakmampuan memahami, melainkan karena ketidakmauannya untuk bertindak berdasarkan pemahamannya. Paulus terus berada dalam penantian yang panjang, namun tetap setia pada panggilannya, menggunakan setiap kesempatan untuk memuliakan Allah.