Kisah Para Rasul 28:18 mengantarkan kita pada sebuah momen krusial dalam pelayanan Rasul Paulus di Roma. Setelah mengalami badai dahsyat di laut dan terdampar di pulau Malta, Paulus dan rekan-rekannya akhirnya tiba di kota abadi. Kehadiran mereka di Roma bukanlah sebagai tahanan biasa, melainkan dengan status yang unik, di mana mereka diperbolehkan tinggal di rumah sewaan sambil menunggu sidang Kaisar.
Dalam konteks ini, ayat yang dikutip tadi, "Mereka setelah mendengarnya, bertanya: 'Siapakah orang ini?' Maka disuruhlah membawanya kepada Saulus," merujuk pada pengalaman Paulus yang juga dialami oleh orang-orang Yahudi lain di Roma. Paulus, yang dikenal dengan nama Saulus sebelum pertobatannya, telah menjadi seorang pembawa berita Injil yang tak kenal lelah. Ia memiliki reputasi yang sudah sampai ke telinga banyak orang, bahkan di kota sebesar Roma.
Penggambaran dalam ayat ini menunjukkan rasa ingin tahu yang besar dari komunitas Yahudi di Roma. Mereka mendengar tentang kedatangan Paulus, kemungkinan besar mendengar tentang ajaran-ajarannya, atau bahkan tentang kejadian-kejadian luar biasa yang mengiringi pelayanannya. Rasa penasaran ini mendorong mereka untuk mencari tahu lebih lanjut. Perkataan "Siapakah orang ini?" menyiratkan bahwa Paulus bukan sekadar orang asing biasa, melainkan seseorang yang memiliki pengaruh atau cerita menarik di balik namanya. Pertanyaan ini adalah pintu gerbang menuju pemahaman yang lebih dalam.
Keputusan untuk "disuruhlah membawanya kepada Saulus" menunjukkan bahwa mereka tidak hanya ingin mendengar cerita dari jauh, tetapi ingin berinteraksi langsung. Mereka ingin mendengarkan kesaksian Paulus sendiri, melihat sendiri bagaimana ia mewartakan Injil, dan memahami apa yang membuat dirinya begitu berbeda. Ini adalah sebuah undangan untuk sebuah percakapan, sebuah dialog rohani yang bisa mengubah pandangan dan hati.
Kisah Rasul 28:18 adalah simbol penting dari kekuatan pewartaan Injil. Meskipun Paulus berada dalam situasi yang penuh ketidakpastian, bahkan terisolasi dalam banyak hal, pesannya tetap memiliki daya tarik dan pengaruh. Ia dihadapkan pada audiens yang beragam, dari orang Yahudi yang sudah memiliki latar belakang Alkitabiah hingga orang-orang Romawi yang asing dengan ajaran-ajaran Kristiani. Setiap pertemuan adalah kesempatan untuk menabur benih firman Tuhan.
Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini mengajarkan kita tentang pentingnya kesaksian pribadi dan keterbukaan untuk berbagi iman. Paulus tidak pernah ragu untuk berbicara tentang Kristus, bahkan ketika ia sendiri dalam kesulitan. Rasa ingin tahu yang muncul dari orang-orang di sekitarnya adalah respons alami terhadap kehidupan yang diubah oleh terang Injil. Kisah ini terus menginspirasi kita untuk hidup sebagai saksi Kristus, sehingga orang lain pun akan bertanya, "Siapakah orang ini?" dan tergerak untuk mengenal Dia.