Kisah Para Rasul pasal 8 membuka lembaran baru dalam sejarah awal kekristenan. Setelah kematian Yesus dan pencurahan Roh Kudus di Yerusalem, para pengikut-Nya mulai memberitakan Injil dengan penuh semangat. Namun, sebuah periode penganiayaan terhadap gereja di Yerusalem, yang dipimpin oleh Saulus (yang kemudian menjadi Paulus), menyebabkan para pengikut Kristus tercerai-berai ke berbagai wilayah, termasuk Samaria.
Samaria, secara historis, memiliki hubungan yang kompleks dan seringkali tegang dengan kaum Yahudi di Yerusalem. Penduduk Samaria adalah keturunan dari bangsa-bangsa asing yang ditempatkan di wilayah Israel kuno oleh bangsa Asiria setelah keruntuhan Kerajaan Israel utara. Mereka memiliki tradisi keagamaan mereka sendiri, yang mencampurkan penyembahan kepada Allah Israel dengan praktik-praktik penyembahan dewa asing. Oleh karena itu, hubungan antara orang Yahudi dan Samaria sangat buruk, sehingga orang Yahudi cenderung menghindari melewati wilayah Samaria jika memungkinkan.
Ketika kabar sampai ke Yerusalem bahwa Filipus, salah seorang diaken yang tercerai-berai karena penganiayaan, telah berhasil memberitakan Injil dan melakukan banyak mujizat di kota-kota Samaria, hal ini menjadi sebuah peristiwa penting. Injil yang seharusnya terbatas pada komunitas Yahudi kini mulai meluas ke kelompok yang sebelumnya dianggap tidak layak atau bahkan musuh oleh banyak orang Yahudi. Ini adalah demonstrasi nyata dari kasih dan rencana penebusan Allah yang mencakup semua bangsa, tidak terkecuali orang Samaria.
Mendengar kabar tentang penerimaan Injil di Samaria, para rasul utama yang masih berada di Yerusalem, yaitu Petrus dan Yohanes, segera bertindak. Ayat 14 dalam pasal 8 Kisah Para Rasul dengan jelas menyatakan, "Dan ketika rasul-rasul di Yerusalem mendengar, bahwa Samaria telah menerima firman Allah, mereka mengutus Petrus dan Yohanes ke sana." Keputusan ini menunjukkan beberapa hal penting. Pertama, ini menegaskan otoritas para rasul di Yerusalem atas gereja yang berkembang. Kedua, ini menunjukkan perhatian serius mereka terhadap perkembangan Injil di wilayah baru dan kompleks seperti Samaria. Ketiga, ini mengindikasikan keinginan mereka untuk memastikan bahwa ajaran yang diterima oleh orang Samaria adalah ajaran apostolik yang murni dan bahwa mereka juga menerima berkat-berkat Roh Kudus secara penuh, sama seperti orang percaya di Yerusalem.
Petrus dan Yohanes melakukan perjalanan ke Samaria. Kedatangan mereka bukan hanya sebagai bentuk pengesahan, tetapi juga untuk melanjutkan pekerjaan yang telah dimulai oleh Filipus. Mereka berdoa agar orang-orang Samaria yang telah dibaptis dalam nama Yesus itu juga menerima Roh Kudus. Peristiwa ini dicatat dalam ayat-ayat selanjutnya dan menjadi momen krusial yang menunjukkan bahwa Allah tidak memandang bulu; penerimaan Roh Kudus adalah anugerah bagi semua orang yang percaya, tanpa memandang latar belakang etnis atau sosial mereka. Kisah Rasul 8:14 adalah titik awal dari babak baru perluasan Injil, yang melampaui batas-batas etnis dan geografis, dan mempersiapkan jalan bagi pesan Kristus untuk menjangkau seluruh dunia.