"Tetapi mereka menertawakan Dia, karena mereka tahu bahwa anak itu sudah mati."
Kisah yang tercatat dalam Injil Lukas pasal 8 ayat 53 membawa kita pada momen yang penuh dengan keputusasaan, ketidakpercayaan, dan akhirnya, keajaiban yang luar biasa. Perikop ini menceritakan tentang Yesus yang dipanggil untuk menyembuhkan putri Yairus, seorang pemimpin rumah ibadat. Ketika kabar kematian anak perempuan itu sampai kepada Yesus, reaksi orang-orang di sekitarnya, sebagaimana diungkapkan dalam ayat 53, sangatlah gamblang: "Tetapi mereka menertawakan Dia, karena mereka tahu bahwa anak itu sudah mati."
Kata "menertawakan" di sini bukanlah tawa riang, melainkan ejekan dan ketidakpercayaan yang dingin. Bagi mereka, kematian adalah akhir dari segalanya. Anak perempuan itu telah terpisah dari kehidupan, dan bagi akal sehat mereka, tidak ada kemungkinan untuk kembali. Mereka melihat fakta yang tak terbantahkan: denyut nadi berhenti, napas terhenti, dan tubuh tak lagi bernyawa. Dalam pandangan dunia yang didasarkan pada logika dan pengalaman empiris, kebangkitan dari kematian adalah hal yang mustahil. Yesus, dalam keyakinan mereka, hanya memperpanjang penderitaan keluarga dengan menawarkan harapan palsu.
Namun, Yesus tidak terpengaruh oleh keraguan dan cibiran mereka. Dia justru berkata kepada Yairus, "Jangan takut, cukup percaya saja, dan anak itu akan sembuh." (Lukas 8:50). Ucapan Yesus ini adalah inti dari mukjizat yang akan terjadi. Dia tidak menolak kenyataan kematian, tetapi Dia hadir sebagai sumber kehidupan yang melampaui batas-batas kematian. Bagi Yesus, kematian bukanlah titik akhir, melainkan gerbang yang dapat dilalui oleh kuasa-Nya. Dia datang untuk mengalahkan maut itu sendiri.
Peristiwa ini mengajarkan kita banyak hal tentang iman dan kuasa ilahi. Pertama, iman seringkali diminta ketika akal sehat dan semua bukti menunjukkan sebaliknya. Orang-orang di sekitar Yesus melihat kematian; Yesus melihat kesempatan untuk menyatakan kuasa kebangkitan. Iman sejati adalah kemampuan untuk melihat melampaui apa yang terlihat oleh mata, untuk mempercayai apa yang tidak dapat dibuktikan oleh logika semata. Iman adalah tindakan penyerahan diri kepada otoritas ilahi, bahkan ketika keadaan tampak suram.
Kedua, mukjizat kebangkitan putri Yairus adalah demonstrasi kasih Allah yang tak terbatas. Kematian bisa datang kapan saja dan merenggut orang-orang yang kita cintai. Namun, Yesus datang untuk memberikan kehidupan, dan kehidupan yang berkelimpahan. Dia tidak hanya membangkitkan anak itu, tetapi juga memulihkan harapan dan sukacita bagi keluarga Yairus. Ini menunjukkan bahwa kasih Allah sanggup menjangkau setiap aspek kehidupan, termasuk saat yang paling gelap sekalipun. Dia peduli pada kesedihan kita dan memiliki kekuatan untuk mengubah keputusasaan menjadi perayaan.
Meskipun orang-orang menertawakan Yesus karena mereka menganggap kematian adalah final, Yesus membuktikan bahwa bagi-Nya, tidak ada yang mustahil. Ayat Lukas 8:53 menjadi pengingat akan perbedaan antara pandangan manusia yang terbatas dan kebesaran kuasa serta kasih Allah yang tak terhingga. Kita diundang untuk belajar dari Yairus, yang meski diliputi duka, memilih untuk percaya pada Yesus, bahkan ketika yang lain menertawakannya. Dalam menghadapi kesulitan hidup, marilah kita juga memilih untuk mengandalkan Yesus, Sang Pemberi Kehidupan, dan menantikan kuasa-Nya yang sanggup mengubah segala sesuatu.