Maleakhi 1:14

"Karena terkutuklah penipu, yang di tengah-tengah kawanan dombanya ada jantan, tetapi ia mempersembahkan hewan yang bercela kepada TUHAN. Sebab Aku ini Raja yang besar, firman TUHAN semesta alam, dan nama-Ku ditakuti di antara bangsa-bangsa."

Dalam kitab Maleakhi, Tuhan dengan tegas menegur umat-Nya karena ketidaksetiaan dan ibadah yang munafik. Ayat 1:14 ini menjadi puncak dari serangkaian teguran yang menunjukkan betapa pentingnya kesucian dan ketulusan dalam mempersembahkan kurban kepada Tuhan. Penegasan Tuhan bahwa Ia adalah "Raja yang besar" dan nama-Nya "ditakuti di antara bangsa-bangsa" menggarisbawahi kedaulatan-Nya yang tak tertandingi, yang menuntut rasa hormat dan kekudusan dari setiap penyembahan.

Ayat ini secara spesifik menyoroti praktik penipuan yang dilakukan oleh para imam dan umat dalam mempersembahkan kurban. Alih-alih mempersembahkan hewan terbaik, jantan yang sehat dan tanpa cela, mereka justru memberikan hewan yang cacat, sakit, atau tidak memenuhi syarat. Fenomena ini bukan sekadar pelanggaran aturan ritual belaka, melainkan cerminan dari hati yang tidak tulus dan rasa hormat yang minim terhadap Tuhan. Seolah-olah mereka berpikir bahwa Tuhan tidak akan memperhatikan atau peduli terhadap kualitas persembahan mereka.

Tuhan melalui Maleakhi menunjukkan bahwa Ia melihat segala sesuatu. Ia bukan hanya raja di atas takhta surgawi, tetapi juga sosok yang memiliki standar kekudusan yang absolut. Ibadah yang datang dari hati yang penuh dengan tipu daya dan ketidakjujuran adalah sesuatu yang menjijikkan di hadapan-Nya. Persembahan yang cacat mencerminkan ketidakmauan untuk memberikan yang terbaik, penolakan untuk menyerahkan yang terindah, dan lebih parahnya, pengabaian terhadap perjanjian yang telah dibuat dengan Tuhan.

Sebagai umat yang mengaku percaya, kita dipanggil untuk mempersembahkan hidup kita sebagai kurban yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Tuhan (Roma 12:1). Ini bukan hanya tentang ibadah formal di hari Minggu, tetapi tentang setiap aspek kehidupan kita. Apakah kita memberikan yang terbaik dalam pekerjaan kita? Apakah kita jujur dalam setiap transaksi? Apakah kita memperlakukan sesama dengan kasih dan integritas? Atau apakah kita seperti mereka yang mempersembahkan yang cacat, berharap Tuhan tidak melihat?

Teguran Maleakhi 1:14 ini tetap relevan hingga kini. Ia mengajak kita untuk merenungkan kualitas hubungan kita dengan Tuhan. Apakah ibadah kita tulus dan penuh hormat, ataukah hanya sekadar rutinitas tanpa makna? Apakah kita memberikan yang terbaik dari diri kita kepada Tuhan, ataukah kita menahan sesuatu, memberikan sisa, atau bahkan yang cacat dari hidup kita? Ingatlah, Tuhan adalah Raja yang besar, nama-Nya ditakuti, dan Ia melihat hati kita.

Mari kita berusaha untuk tidak menjadi "penipu" dalam memberikan persembahan kita kepada Tuhan. Biarlah setiap aspek kehidupan kita menjadi kesaksian tentang kekudusan dan keagungan nama-Nya. Persembahkanlah yang terbaik, yang terindah, dan yang paling tulus, sebab itulah yang berkenan di hadapan Tuhan Semesta Alam.

Pribadi yang Utuh

Simbol kurban yang utuh dan murni.