"Tetapi tuan itu berkata: Biarlah keduanya tumbuh bersama sampai masa panen, dan pada waktu panen aku akan berkata kepada para pemungut: Pungutlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakarnya, tetapi kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku."
Ayat Matius 13:29, yang diambil dari perumpamaan tentang penabur, menyampaikan sebuah pelajaran penting mengenai pengelolaan antara kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kepalsuan, yang tumbuh berdampingan dalam kehidupan ini. Dalam perumpamaan ini, seorang tuan menaburkan benih yang baik di ladangnya, namun musuh datang dan menaburkan benih ilalang di antaranya. Ketika para hamba melihat hal ini, mereka bertanya apakah perlu untuk segera mencabut ilalang tersebut. Namun, jawaban sang tuan sangat bijaksana: "Biarlah keduanya tumbuh bersama sampai masa panen".
Inti dari pesan ini bukanlah tentang keharusan untuk membiarkan kejahatan merajalela tanpa kendali, melainkan tentang pemahaman akan waktu yang tepat untuk bertindak. Mencabut ilalang terlalu dini, saat benih gandum masih muda, berisiko akan merusak pertumbuhan gandum yang berharga. Ilustrasi ini mengajarkan bahwa dalam kehidupan rohani dan sosial, seringkali ada elemen-elemen yang tidak sesuai atau bertentangan dengan kehendak Tuhan yang tumbuh bersama dengan hal-hal yang baik. Alih-alih terburu-buru mengambil tindakan impulsif yang bisa menimbulkan lebih banyak kerugian daripada kebaikan, kita diajak untuk bersabar dan mengamati.
Sang tuan dalam perumpamaan ini memiliki pemahaman yang mendalam tentang proses pertumbuhan dan waktu yang paling efektif untuk melakukan pemisahan. "Pada waktu panen," katanya, "aku akan berkata kepada para pemungut: Pungutlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakarnya, tetapi kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku." Ini menunjukkan bahwa ada sebuah waktu yang ditentukan, sebuah masa panen, di mana pemisahan yang definitif akan terjadi. Pada saat itu, ilalang akan dikenali dengan jelas dan dipisahkan untuk dibinasakan, sementara gandum yang berharga akan dikumpulkan dengan aman.
Dalam konteks kehidupan Kristen, ayat ini sering diinterpretasikan sebagai pengingat bahwa Tuhanlah yang pada akhirnya akan menghakimi dan memisahkan antara orang benar dan yang fasik. Kita sebagai manusia memiliki keterbatasan dalam melihat hati dan motif seseorang. Terkadang, apa yang tampak sebagai masalah atau kesalahan besar di mata kita, bisa jadi merupakan bagian dari proses pertumbuhan spiritual yang sedang dialami seseorang. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk tidak menjadi hakim terburu-buru terhadap orang lain. Sebaliknya, kita dipanggil untuk fokus pada pertumbuhan diri sendiri dalam kebenaran, menabur benih kebaikan, dan mempercayakan penghakiman akhir kepada Tuhan.
Lebih jauh lagi, ayat ini juga bisa diterapkan dalam menghadapi situasi-situasi sulit dalam hidup. Seringkali, masalah atau tantangan (yang diibaratkan sebagai ilalang) tumbuh bersama dengan berkat atau pelajaran berharga (yang diibaratkan sebagai gandum). Mencoba menyingkirkan masalah tersebut sebelum waktunya dapat menghalangi kita untuk memetik hikmah atau kekuatan yang mungkin ditawarkan oleh situasi tersebut. Namun, ketika "masa panen" tiba, yang berarti ketika kita telah melalui proses tersebut, barulah kita dapat melihat dengan jelas mana yang merupakan kesulitan yang harus dibuang dan mana yang merupakan pelajaran berharga yang harus disimpan.
Matius 13:29 mengajarkan kita untuk memiliki perspektif ilahi mengenai pertumbuhan dan pemisahan. Ini adalah panggilan untuk kesabaran, kebijaksanaan dalam bertindak, dan kepercayaan pada rencana serta waktu Tuhan yang sempurna. Daripada terpaku pada apa yang tampak seperti "ilalang" di sekitar kita, mari kita fokus untuk memelihara "gandum" dalam diri kita sendiri dan di sekitar kita, sambil menantikan waktu-Nya untuk pemisahan yang sesungguhnya.