Semua itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi: "Katakanlah kepada putri Sion: Lihatlah, Rajamu datang kepadamu, Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai muda, yang masih di bawah kuk.
Ayat Matius 21:4 ini memuat sebuah kutipan dari nabi Yesaya, yang menjadi kunci untuk memahami peristiwa masuknya Yesus ke Yerusalem. Peristiwa ini bukan sekadar sebuah parade politik atau kunjungan biasa, melainkan sebuah pemenuhan dari janji ilahi yang telah diucapkan berabad-abad sebelumnya. Kehadiran Yesus di Yerusalem dengan cara yang sangat spesifik ini adalah bukti nyata dari rencana Tuhan yang bekerja melalui sejarah.
Nabi Zakharia, dalam tulisannya (yang seringkali diinterpretasikan sebagai merujuk pada nubuatan dalam Yesaya dan kejadian ini), menggambarkan kedatangan seorang raja yang akan membawa kedamaian dan keadilan. Namun, gambaran raja ini berbeda dari raja-raja duniawi yang penuh kemegahan dan kekuasaan militer. Raja yang dinubuatkan ini adalah "lemah lembut" dan "mengendarai seekor keledai," seekor keledai muda yang belum pernah ditunggangi. Simbolisme keledai ini sangat kuat. Dalam tradisi Yahudi, keledai seringkali dikaitkan dengan perdamaian dan perjalanan, bukan perang. Penggunaan keledai muda yang belum pernah ditunggangi juga menunjukkan kesucian dan kesiapan untuk sebuah tugas yang mulia.
Peristiwa ini, seperti yang dicatat dalam Injil Matius, terjadi pada hari Minggu Palma. Para murid dan banyak orang bersukacita menyambut Yesus, menghamparkan pakaian dan daun-daun palma di jalan. Teriakan "Hosana" menggema, sebuah seruan pujian yang berarti "selamatkanlah" atau "Tuhanlah yang menyelamatkan." Namun, di tengah kemegahan sambutan itu, ada sebuah pesan yang sangat dalam yang disampaikan melalui cara Yesus masuk ke kota. Ia datang bukan sebagai penakluk yang gagah berani dengan kuda perang, melainkan sebagai raja yang melayani, yang membawa kedamaian dan pengampunan.
Pemenuhan nubuatan ini menegaskan identitas Yesus sebagai Mesias yang dinanti-nantikan. Ia datang untuk mendirikan Kerajaan-Nya, tetapi bukan kerajaan duniawi yang bersifat politis. Kerajaan-Nya adalah kerajaan kebenaran, keadilan, dan kasih. Cara kedatangan-Nya menjadi pengingat bahwa kekuasaan sejati tidak terletak pada kekuatan fisik atau kekayaan materi, melainkan pada kerendahan hati, pelayanan, dan ketaatan penuh kepada kehendak Bapa.
Bagi umat Kristen, Matius 21:4 bukan hanya sekadar catatan sejarah kuno. Ayat ini adalah ajakan untuk merenungkan kembali makna kedatangan Kristus. Bagaimana kita menyambut Raja kita dalam kehidupan sehari-hari? Apakah kita menyambut-Nya dengan kerendahan hati dan kesediaan untuk mengikut Dia, bahkan ketika jalan itu tidak selalu mudah dan penuh kemuliaan duniawi? Pemenuhan nubuatan ini adalah fondasi keyakinan kita, yang terus menerus mengingatkan kita akan kasih dan rencana Tuhan yang sempurna bagi umat manusia.