Ayat Matius 21:6 seringkali luput dari perhatian dalam narasi besar tentang penyaliban dan kebangkitan Yesus. Namun, ayat ini menyimpan makna mendalam tentang ketaatan, kepercayaan, dan sebuah momen yang menandai dimulainya pekan terakhir Yesus di Yerusalem, sebuah pekan yang penuh dengan peristiwa dramatis dan historis. Perintah Yesus dalam ayat ini, untuk mengambil keledai betina dan anaknya, bukanlah sekadar sebuah permintaan biasa. Ini adalah perintah yang didasari oleh nubuat kuno dan merupakan tindakan simbolis yang disengaja oleh Yesus sendiri.
Pergilah murid-murid itu dan mereka berbuat seperti yang ditintah oleh Yesus kepada mereka. Frasa sederhana ini mencerminkan kualitas luar biasa dari para pengikut Yesus. Di tengah ketidakpastian, tanpa banyak bertanya, mereka segera bergerak untuk melaksanakan perintah Sang Guru. Ini menunjukkan tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap hikmat dan otoritas Yesus. Mereka tidak ragu, tidak mempertanyakan logika di balik perintah tersebut, namun percaya bahwa ada tujuan yang lebih besar. Ketaatan tanpa syarat seperti inilah yang menjadi fondasi dari sebuah iman yang kuat.
Peristiwa ini merupakan penggenapan dari nubuat dalam Zakharia 9:9: "Bersorak-soraklah dengan penuh sukacita, hai putri Sion! Bersorak-sorailah, hai putri Yerusalem! Lihatlah, rajamu akan datang kepadamu; ia adil dan menyelamatkan, ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai betina." Dalam budaya saat itu, kedatangan seorang raja atau pemimpin perang yang memenangkan pertempuran biasanya disambut dengan menunggang kuda yang megah. Namun, Yesus memilih untuk datang dengan kerendahan hati, menunggangi keledai betina. Ini adalah sebuah pernyataan yang kuat tentang sifat kerajaan-Nya yang bukan dari dunia ini. Kerajaan-Nya adalah kerajaan kebenaran, keadilan, dan kedamaian, bukan penaklukan militer.
Perintah untuk mengambil keledai betina dan anaknya juga menunjukkan persiapan yang teliti. Yesus tidak mengambil sesuatu yang orang lain miliki tanpa izin. Ia mengutus murid-murid-Nya untuk mencari dan meminjam. Ketaatan para murid dan kemungkinan respons pemilik keledai yang tidak melawan, menunjukkan bahwa bahkan dalam hal-hal materi di dunia, ada pengaturan ilahi yang bekerja. Semuanya telah diperhitungkan dan direncanakan.
Matius 21:6, dengan demikian, bukan hanya sekadar instruksi teknis. Ia adalah gerbang menuju peristiwa yang lebih besar. Ketaatan murid-murid Yesus adalah cerminan dari iman mereka, sementara pilihan Yesus untuk naik keledai betina adalah deklarasi kenabian tentang siapa diri-Nya dan bagaimana kerajaan-Nya beroperasi. Ini adalah awal dari sebuah perjalanan menuju pengorbanan terbesar, sebuah kemenangan yang datang bukan dari kekuatan fisik, tetapi dari kasih yang tanpa batas dan ketaatan penuh kepada kehendak Bapa. Peristiwa ini mengingatkan kita bahwa dalam ketaatan yang sederhana dan penuh iman, seringkali kita menemukan makna yang lebih dalam dan mempersiapkan jalan bagi gerakan ilahi yang luar biasa dalam hidup kita.
Kita dapat belajar dari respons para murid. Ketika diperintahkan, mereka pergi. Ketika diberi tugas, mereka melaksanakannya. Mari kita juga meneladani ketaatan mereka, mempercayai Yesus dalam setiap aspek kehidupan kita, sekecil apapun perintah itu terlihat. Karena melalui ketaatan itulah kita turut serta dalam karya-Nya yang agung.