Matius 27:14 - Kebenaran yang Tersembunyi

"Tetapi Yesus tidak menjawab barang satu pun, sehingga Pilatus merasa sangat heran."

Dalam Hening

Ayat Matius 27:14 menyajikan sebuah momen dramatis yang penuh makna dalam peristiwa penyaliban Yesus Kristus. Ketika dihadapkan pada pengadilan yang tidak adil dan tuduhan yang memberatkan oleh Pontius Pilatus, sang Gubernur Romawi, Yesus justru memilih untuk diam. Keheningan ini bukan keheningan yang kosong atau bingung, melainkan keheningan yang sarat akan pernyataan. Pilatus, yang terbiasa dengan interogasi dan pembelaan diri yang riuh, merasa sangat heran dengan respon Yesus. Keheranan ini adalah kunci untuk memahami kedalaman peristiwa tersebut.

Dalam konteks sejarah, sebuah persidangan selalu melibatkan dialog. Terdakwa diberikan kesempatan untuk membela diri, menyangkal tuduhan, atau memberikan penjelasan. Namun, Yesus, yang tahu bahwa takdir-Nya telah ditetapkan dan bahwa semua ini terjadi untuk memenuhi rencana ilahi, tidak merasa perlu untuk berargumen dengan manusia yang berkuasa namun tidak berhak menjatuhkan hukuman-Nya. Diamnya Yesus adalah ekspresi penyerahan diri total kepada kehendak Bapa di surga. Ini menunjukkan bahwa Dia memiliki kendali diri yang luar biasa di tengah tekanan paling ekstrem sekalipun.

Keheningan Yesus juga dapat dilihat sebagai bentuk kebijaksanaan yang mendalam. Seringkali, kata-kata yang diucapkan dalam kemarahan atau keputusasaan justru dapat memperburuk keadaan. Namun, Yesus, dalam keheningan-Nya, tidak membuka ruang bagi kesalahpahaman lebih lanjut atau provokasi yang tidak perlu. Sebaliknya, keheningan-Nya justru semakin menyoroti ketidakberdayaan dan ketidakadilan para penuduh-Nya, serta kepolosan-Nya yang mutlak.

Pilatus, sebagai perwakilan kekuasaan duniawi, berhadapan dengan sumber kebenaran ilahi yang tak terbantahkan. Keterheranannya bukanlah tanda kelemahan, melainkan pengakuan, meskipun mungkin tidak disadari sepenuhnya, akan sesuatu yang luar biasa dalam diri Yesus. Kebingungan Pilatus mungkin mencerminkan pergulatan internalnya, karena ia berhadapan dengan pribadi yang tidak dapat ia kategorikan dalam kerangka pemikiran dan sistem hukum Romawi yang biasa. Yesus tidak berperilaku seperti penjahat yang panik atau pemberontak yang membela diri.

Bagi kita hari ini, Matius 27:14 mengajarkan nilai keheningan yang strategis dan mendalam. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering tergoda untuk selalu bereaksi, membalas setiap tuduhan, atau membela diri secara berlebihan. Namun, ayat ini mengingatkan kita bahwa ada kekuatan dalam diam. Diam yang penuh makna dapat menjadi bentuk kekuatan spiritual, bukti integritas, dan cara untuk menyoroti ketidakadilan tanpa perlu terlibat dalam pertengkaran yang sia-sia. Kebenaran seringkali berbicara lebih kuat melalui ketenangan daripada melalui teriakan. Keheningan Yesus adalah pengingat abadi tentang kuasa, ketabahan, dan penyerahan diri yang mendalam.

Seluruh kisah ini adalah pengingat akan misi penebusan yang unik dari Yesus Kristus. Kebenaran yang diwakili oleh keheningan-Nya adalah kebenaran yang melampaui pemahaman manusia biasa, sebuah kebenaran yang pada akhirnya akan mengungkap segala sesuatu.