Matius 27:15 - Kebebasan yang Mengejutkan

"Tetapi adalah kebiasaan gubernur itu setiap kali menjelang Paskah, membebaskan seorang hukuman, siapa saja yang dikehendaki orang banyak."

Simbol Kebebasan

Sebuah Tradisi yang Mengubah Sejarah

Kisah yang terangkum dalam Matius 27:15 menyajikan sebuah detail penting mengenai adat istiadat pada masa pemerintahan Pontius Pilatus di Yudea. Kebiasaan ini, yaitu membebaskan seorang narapidana setiap perayaan Paskah atas permintaan umum, menjadi latar belakang krusial bagi peristiwa yang paling monumental dalam sejarah kekristenan. Perayaan Paskah, yang memperingati pembebasan bangsa Israel dari perbudakan Mesir, secara simbolis menggarisbawahi tema pembebasan. Menariknya, dalam konteks ini, tradisi tersebut digunakan untuk menawarkan pilihan antara dua orang yang dijatuhi hukuman: Yesus Kristus dan Barabas.

Pemilihan ini bukanlah sekadar pertukaran biasa. Ini adalah momen penentuan yang mengungkap isi hati banyak orang. Kalangan elit Yahudi, yang dipimpin oleh para imam kepala dan tua-tua, secara aktif memprovokasi orang banyak untuk meminta pembebasan Barabas dan penyaliban Yesus. Barabas digambarkan sebagai seorang pemberontak, seorang penjahat terkenal yang telah melakukan pembunuhan. Di sisi lain, Yesus yang tidak bersalah, yang telah mengajarkan kasih, penyembuhan, dan kebenaran, justru diserahkan kepada hukuman mati.

Pilihan yang Terungkap

Ayat ini menunjukkan kekuatan pengaruh massa dan bagaimana tradisi yang seharusnya membawa sukacita dan pengampunan dapat dibelokkan untuk tujuan yang bertentangan. Kebebasan yang ditawarkan pada perayaan Paskah itu seharusnya menjadi simbol kebebasan rohani dan pembebasan dari dosa. Namun, dalam narasi ini, kebebasan fisik diberikan kepada seorang penjahat, sementara Sang Juruselamat yang menawarkan kebebasan sejati justru disalibkan. Ini adalah ironi yang mendalam dan sebuah tragedi besar.

Peristiwa ini bukan hanya sekadar catatan sejarah, tetapi juga merupakan refleksi yang kuat tentang sifat manusia. Keputusan orang banyak untuk memilih Barabas daripada Yesus menyoroti kerapuhan moral, ketakutan, dan kecenderungan untuk memilih jalan yang lebih mudah, bahkan jika itu berarti mengorbankan kebenaran. Kebiasaan yang baik itu, yang bertujuan untuk menunjukkan belas kasihan, akhirnya menjadi alat untuk menyingkirkan pribadi yang paling layak menerima belas kasihan itu.

Warisan Pembebasan Sejati

Meskipun keputusan itu tampak seperti kekalahan bagi Yesus, namun dari sudut pandang teologis, kematian-Nya di kayu salib justru merupakan puncak dari rencana ilahi untuk pembebasan umat manusia. Kebebasan yang ditawarkan oleh Barabas hanyalah sementara, terbatas pada kehidupan duniawi. Sementara itu, kematian Yesuslah yang membuka jalan bagi pembebasan abadi dari dosa dan maut, sebuah anugerah yang tersedia bagi siapa saja yang percaya kepada-Nya. Tradisi pembebasan pada Paskah, yang seharusnya memperingati pembebasan fisik, kini menemukan makna yang jauh lebih dalam dalam pengorbanan Kristus, yang membebaskan kita dari belenggu dosa untuk menikmati kehidupan kekal.

Oleh karena itu, Matius 27:15 bukan hanya sekadar cerita tentang peristiwa di masa lalu, tetapi sebuah pengingat abadi tentang pilihan yang kita hadapi, tentang makna pembebasan sejati, dan tentang cinta pengorbanan yang telah mengubah dunia.