Mazmur 102:5 - Ketenangan di Tengah Badai

"Aku seperti burung pelikan di padang gurun, seperti burung hantu di reruntuhan."

Mazmur 102:5 melukiskan gambaran yang kuat tentang kesendirian dan keterasingan. Penulis mazmur menggunakan dua perumpamaan alam yang kontras namun sama-sama menggambarkan keadaan yang sunyi dan terpencil: burung pelikan di padang gurun dan burung hantu di reruntuhan. Kedua gambaran ini bukan sekadar pilihan kata, melainkan cerminan mendalam dari kondisi emosional dan spiritual yang dialami sang pemazmur.

Burung pelikan, meskipun sering diasosiasikan dengan air, digambarkan di padang gurun. Ini menyiratkan kondisi yang sangat tidak wajar dan menyulitkan, di mana sumber daya yang dibutuhkan untuk bertahan hidup langka. Keterasingan di padang gurun adalah simbol dari perasaan terpencil, ditinggalkan, dan kering kerontang secara emosional. Di tengah luasnya gurun yang tak berujung, keberadaannya terasa kecil dan tanpa harapan.

Demikian pula, burung hantu di reruntuhan menawarkan citra kesendirian yang mencekam. Reruntuhan sering kali diasosiasikan dengan kehancuran, keputusasaan, dan tempat yang ditinggalkan manusia. Burung hantu, yang aktif di malam hari dan dikenal sebagai makhluk soliter, semakin memperkuat suasana isolasi dan kesedihan. Keduanya memberikan gambaran tentang seseorang yang merasa terpisah dari komunitas, dukungan, dan bahkan harapan.

Namun, dalam konteks seluruh Mazmur 102, ayat ini bukanlah akhir dari cerita, melainkan sebuah titik awal untuk penemuan kembali iman dan pengharapan. Penulis mazmur, meskipun merasa begitu terpuruk, terus melanjutkan dengan doanya, mengungkapkan penderitaannya kepada Tuhan. Ia bukan hanya meratapi kondisinya, tetapi juga secara aktif mencari jawaban dan intervensi Ilahi.

Pengalaman seperti yang digambarkan dalam Mazmur 102:5 adalah sesuatu yang mungkin dirasakan banyak orang dalam berbagai tahapan kehidupan. Ketika badai kehidupan menerpa, kita bisa merasa seperti burung pelikan di gurun atau burung hantu di reruntuhan. Keterasingan, rasa kehilangan, dan keputusasaan bisa menyerang. Di saat-saat seperti inilah, kesadaran akan kehadiran Tuhan menjadi semakin penting.

Meskipun terasa sendirian, penulis mazmur mengingatkan kita bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Doa dan permohonan yang terus menerus kepada-Nya adalah cara untuk tetap terhubung dan mencari kekuatan baru. Mazmur ini mengajarkan bahwa bahkan di tengah perasaan terisolasi dan kehancuran, ada ruang untuk pengharapan. Tuhan memiliki kuasa untuk memulihkan, mengangkat, dan membawa kita keluar dari "padang gurun" dan "reruntuhan" hidup kita. Ayat ini menjadi pengingat bahwa di balik kesendirian yang paling dalam, ada kemungkinan untuk menemukan kembali terang dan ketenangan melalui hubungan yang erat dengan Sang Pencipta.

Simbol Ketenangan