"Mereka memperlakukan Yusuf dengan perbudakan, kakinya dibelenggu, tubuhnya masuk dalam penjara, sampai firman TUHAN terbukti. Ujian itu memurnikan dia."
Ayat Mazmur 105:18 menceritakan salah satu episode paling dramatis dalam kehidupan Yusuf, seorang tokoh penting dalam Kitab Kejadian. Ayat ini menggambarkan masa sulit yang dialami Yusuf, di mana ia dijual sebagai budak oleh saudara-saudaranya sendiri. Perjalanan hidupnya yang seharusnya penuh dengan kemuliaan dan hak istimewa sebagai anak kesayangan Yakub, justru berbalik menjadi penderitaan yang mendalam. Frasa "kakinya dibelenggu, tubuhnya masuk dalam penjara" memberikan gambaran visual yang kuat tentang betapa terkekangnya kebebasan dan martabatnya. Ini bukan sekadar metafora, melainkan deskripsi konkret dari penindasan dan ketidakadilan yang ia alami.
Namun, yang membuat ayat ini begitu mendalam adalah bagian akhirnya: "sampai firman TUHAN terbukti. Ujian itu memurnikan dia." Kata "sampai" menyiratkan adanya sebuah tujuan, sebuah garis finis yang harus dicapai. Penderitaan yang dialami Yusuf bukanlah kesia-siaan belaka, melainkan sebuah proses yang memiliki makna ilahi. Tuhan tidak mengabaikan Yusuf dalam kesulitannya. Sebaliknya, setiap ujian, setiap belenggu, setiap hari di penjara, semuanya merupakan bagian dari rencana besar Tuhan. Firman Tuhan, janji-janji-Nya yang mungkin telah diucapkan kepada Abraham atau Yakub mengenai keturunan yang akan menjadi bangsa besar, sedang dalam proses pembuktian melalui kehidupan Yusuf.
Lebih jauh lagi, ayat ini menegaskan bahwa ujian tersebut memiliki efek transformatif. "Ujian itu memurnikan dia." Seperti logam berharga yang dilebur dalam api untuk membuang kotoran dan menghasilkan kemurnian, demikian pula hidup Yusuf ditempa oleh kesulitan. Pengalaman dijual sebagai budak, difitnah, dan dipenjara, pasti telah membentuk karakter Yusuf. Ia belajar tentang kesabaran, ketekunan, kepercayaan pada Tuhan bahkan dalam situasi terburuk, dan mungkin juga mengembangkan belas kasih yang mendalam terhadap orang lain yang menderita. Pengalaman ini menjauhkannya dari kesombongan atau rasa superioritas yang mungkin ia miliki sebagai anak kesayangan, dan membuatnya menjadi pribadi yang lebih kuat, bijaksana, dan siap memimpin.
Kisah Yusuf dalam Mazmur 105:18 mengingatkan kita bahwa kehidupan yang dijalani dalam kesetiaan kepada Tuhan tidak selalu mulus. Seringkali, jalan menuju pemenuhan janji ilahi diwarnai oleh rintangan, pengkhianatan, dan penderitaan. Namun, Firman Tuhan adalah jangkar yang kokoh. Di tengah badai kehidupan, kita dapat berpegang pada keyakinan bahwa setiap kesulitan memiliki tujuan yang lebih besar dalam rencana-Nya. Ujian-ujian tersebut bukan untuk menghancurkan kita, melainkan untuk memurnikan, memperkuat, dan mempersiapkan kita untuk tugas-tugas yang Tuhan percayakan. Seperti Yusuf, kita dipanggil untuk tetap percaya, sabar, dan melihat ke depan, yakin bahwa di balik setiap kesulitan, firman Tuhan sedang bekerja untuk memanifestasikan kehendak-Nya yang sempurna dan untuk memurnikan karakter kita.