"Seperti sekam yang dipecah-pecah dan berserakan di atas tanah, demikianlah tulang-tulang kita berserakan di mulut liang kubur."
Mazmur 141:7 menggambarkan sebuah gambaran yang kuat mengenai kerentanan dan kehancuran. Penulis Mazmur, dalam permohonannya kepada Tuhan, menggunakan perumpamaan tentang "sekam yang dipecah-pecah dan berserakan di atas tanah" untuk mengekspresikan keadaan dirinya, atau keadaan umat yang ia wakili. Gambaran ini begitu puitis namun sekaligus mengerikan, membangkitkan rasa keputusasaan dan ketidakberdayaan yang mendalam. Sekam adalah sisa-sisa yang tidak berharga dari gandum, yang setelah dipanen dan dibuang, tergeletak begitu saja, siap tertiup angin atau terinjak-injak. Ia tidak memiliki kekuatan atau bentuk lagi.
Ketika perumpamaan ini dihubungkan dengan "tulang-tulang kita berserakan di mulut liang kubur," kita merasakan intensitas dari situasi yang sedang dihadapi. Liang kubur, atau makam, adalah simbol kematian dan kehancuran. Tulang-tulang yang berserakan di dekatnya menunjukkan bahwa musuh-musuh telah berkuasa, telah mengalahkan dan menghancurkan mereka yang menjadi sasaran. Keadaan ini adalah gambaran dari kekalahan total, di mana martabat dan eksistensi seseorang telah diremukkan.
Namun, dalam konteks Mazmur, ungkapan ini bukanlah akhir dari segalanya. Justru, di sinilah letak kekuatan dan harapan yang luar biasa. Penulis Mazmur tidak hanya meratap, tetapi ia membawa kerentanannya ini kepada Tuhan. Dalam ketidakberdayaan total, di tepi jurang kehancuran, ia mengangkat pandangannya. Mazmur 141 secara keseluruhan adalah sebuah doa permohonan. Penulis berdoa agar Tuhan tidak membiarkannya jatuh ke dalam perangkap musuh, agar doanya didengar, dan agar Tuhan menjadi pelindungnya.
Gambaran sekam dan tulang-tulang yang berserakan ini sejatinya mengingatkan kita bahwa kehidupan seringkali penuh dengan tantangan yang dapat membuat kita merasa begitu rapuh dan tak berdaya. Kita mungkin menghadapi pengkhianatan, kebohongan, atau kekerasan yang membuat jiwa kita seolah terkoyak. Dalam momen-momen seperti itu, kita mungkin merasa seperti sekam yang tak berarti atau tulang-tulang yang terbuang.
Namun, Firman Tuhan dalam Mazmur 141:7, meskipun berbicara tentang kehancuran, juga menuntun kita pada sumber penghiburan yang sejati. Ini adalah seruan kepada Tuhan. Dalam keadaan terlemah sekalipun, kita diundang untuk membawa kerentanan kita kepada-Nya. Tuhan berjanji untuk tidak meninggalkan mereka yang berseru kepada-Nya. Justru di saat kita merasa paling hancur, di sanalah kuasa-Nya dapat dinyatakan dengan lebih nyata. Seperti sekam yang dilemparkan, namun mungkin dapat digunakan untuk tujuan lain, atau seperti tulang yang berserakan, namun Tuhan mampu membangkitkan kehidupan baru, demikianlah harapan yang ditawarkan. Doa yang dinaikkan dari lubuk hati yang terdalam, bahkan dalam keputusasaan, memiliki kekuatan untuk membuka pintu pertolongan ilahi.