Ikon Bicara Terkendali

Mazmur 39:3 - Janji Menjaga Lidah

"Aku bertekad, berilah penjagaan pada mulutku, selagi orang fasik ada di depanku."

Ayat ini, Mazmur 39:3, adalah sebuah pernyataan doa yang dalam dan penuh makna. Pemazmur, Daud, dihadapkan pada situasi yang membuatnya bertekad untuk mengendalikan perkataannya. Frasa "selagi orang fasik ada di depanku" mengindikasikan bahwa ia berada dalam lingkungan atau menyaksikan tindakan-tindakan yang tidak benar, yang berpotensi memancing emosi dan ucapan yang sembrono. Dalam konteks ini, menjaga perkataan bukanlah sekadar menjaga kesopanan, melainkan sebuah tindakan iman dan kebijaksanaan.

Tindakan mengendalikan lidah adalah sebuah perjuangan yang dikenal oleh banyak orang. Yakobus 3:8 dengan gamblang menyatakan bahwa "lidah, tidak seorang pun dapat menjinakkannya. Ia adalah sesuatu yang jahat dan bengis, penuh racun mematikan." Oleh karena itu, tekad Daud untuk meminta penjagaan dari Tuhan atas mulutnya sangatlah relevan. Ia menyadari kerapuhan diri dan kebutuhan akan kekuatan ilahi untuk menahan diri dari berbicara yang tidak membangun, yang dapat menyakiti orang lain, atau bahkan mendatangkan celaka bagi dirinya sendiri.

Perkataan memiliki kekuatan yang luar biasa. Ia bisa membangun atau menghancurkan, menyembuhkan atau melukai, membawa kedamaian atau kekacauan. Dalam situasi yang penuh godaan untuk merespons dengan kemarahan atau keputusasaan terhadap ketidakbenaran yang dilihatnya, Daud memilih jalan yang berbeda. Ia tidak memilih untuk membela diri dengan kata-kata yang kasar, atau menghakimi orang lain, melainkan memohon bantuan Tuhan untuk menjaga lisan. Ini adalah sebuah pengakuan atas ketidakmampuan manusia untuk sepenuhnya mengendalikan diri tanpa campur tangan Tuhan. Mazmur 39:3 menjadi pengingat penting bahwa pengendalian diri, terutama dalam berbicara, adalah buah dari hubungan yang erat dengan Sang Pencipta.

Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan penuh informasi, tantangan untuk menjaga lidah semakin besar. Media sosial, komentar online, dan diskusi publik seringkali menjadi ajang di mana perkataan diumbar tanpa pertimbangan. Godaan untuk ikut serta dalam arus negativitas, menyebarkan gosip, atau melontarkan kritik yang tidak konstruktif bisa sangat kuat. Ayat ini mengajak kita untuk merenungkan kembali pentingnya "penjagaan pada mulutku." Ini bukan berarti kita harus bungkam total, tetapi lebih kepada menggunakan kata-kata dengan bijak, penuh kasih, dan bertujuan untuk kebaikan.

Permohonan Daud dalam Mazmur 39:3 juga mencerminkan kesadaran akan dampak perkataan terhadap spiritualitas seseorang. Perkataan yang sembarangan dapat mencerminkan kekacauan batin, keraguan, atau bahkan kemurtadan dari jalan Tuhan. Sebaliknya, perkataan yang terkendali, yang penuh hikmat dan kebenaran, dapat menjadi kesaksian yang kuat tentang iman seseorang. Ketika kita bertekad untuk menjaga lisan, kita sedang memilih untuk tidak menjadi bagian dari masalah, melainkan menjadi bagian dari solusi, membawa terang di tengah kegelapan.

Oleh karena itu, perenungan terhadap Mazmur 39:3 membuka pintu bagi sebuah transformasi diri. Ini adalah undangan untuk terus menerus berdoa memohon hikmat dan kekuatan dari Tuhan agar setiap perkataan yang keluar dari bibir kita berkenan di hadapan-Nya, serta membangun kehidupan orang lain. Dengan kesadaran akan kerapuhan diri dan kekuatan anugerah Tuhan, kita dapat melangkah maju dengan tekad yang sama seperti Daud: "Aku bertekad, berilah penjagaan pada mulutku."