"Engkau telah menjadikan kami cela bagi tetangga-tetangga kami, bahan tertawaan dan tontonan bagi orang-orang di sekeliling kami."
Mazmur 44:13 seringkali dibacakan dalam konteks pergumulan dan penderitaan umat Allah. Ayat ini menggambarkan situasi di mana umat yang percaya merasa terasing, dipermalukan, dan menjadi bahan olokan di mata bangsa-bangsa lain. Situasi seperti ini bukanlah hal yang asing dalam perjalanan iman. Banyak tokoh Alkitab, bahkan Yesus Kristus sendiri, mengalami pengucilan dan hinaan ketika mereka setia pada kehendak Tuhan.
Dalam ayat ini, Daud, sebagai penulis mazmur, tidak ragu untuk mengungkapkan rasa sakit dan kekecewaan yang mendalam. Ia mengakui bahwa Tuhan telah mengizinkan atau bahkan menempatkan umat-Nya dalam kondisi yang memalukan di hadapan tetangga dan lingkungan mereka. Frasa "bahan tertawaan dan tontonan" menunjukkan betapa tertekannya mereka, seolah-olah menjadi tontonan gratis bagi musuh-musuh mereka. Keadaan ini bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan sulit: Mengapa Tuhan mengizinkan hal ini terjadi? Di manakah pertolongan Tuhan? Apakah Tuhan telah meninggalkan mereka?
Namun, di balik penderitaan yang tergambar dalam Mazmur 44:13, ada sebuah narasi yang lebih besar tentang kedaulatan dan tujuan Allah. Seringkali, penderitaan justru menjadi alat Tuhan untuk menguji dan memurnikan iman umat-Nya. Ketika kita berada di titik terendah, ketika dunia memandang kita sebelah mata, justru di situlah iman kita ditantang untuk tetap teguh berpegang pada janji-janji-Nya. Kelemahan manusia dapat menjadi panggung bagi kekuatan ilahi untuk dinyatakan.
Perlu dipahami bahwa Allah tidak selalu melindungi umat-Nya dari kesulitan duniawi. Sebaliknya, Dia seringkali menggunakan kesulitan tersebut untuk membentuk karakter kita, mengajarkan kerendahan hati, dan mengarahkan pandangan kita sepenuhnya kepada-Nya, bukan pada pujian atau penerimaan manusia. Ketika kita menjadi "cela bagi tetangga-tetangga," ini bisa menjadi panggilan untuk tidak terlalu bergantung pada penilaian dunia luar, melainkan pada validasi dari Tuhan sendiri.
Dalam menghadapi situasi seperti yang digambarkan dalam Mazmur 44:13, ada beberapa sikap yang dapat kita ambil. Pertama, mengakui kenyataan penderitaan tanpa menyangkalnya. Kedua, tetap berbicara kepada Tuhan, seperti yang dilakukan pemazmur, mengungkapkan rasa sakit dan pertanyaan-pertanyaan kita. Ketiga, mengingat perbuatan-perbuatan ajaib-Nya di masa lalu, seperti yang seringkali menjadi pengantar ayat ini dalam konteks mazmur yang lebih luas. Keempat, mengunci hati kita pada pengharapan bahwa di balik setiap ujian, ada tujuan ilahi yang lebih besar, yang pada akhirnya akan memuliakan nama-Nya.
Ayat ini mengingatkan kita bahwa perjalanan iman seringkali tidak mulus. Akan ada saat-saat di mana kita merasa terpinggirkan, disalahpahami, bahkan diremehkan oleh dunia. Namun, ini adalah kesempatan untuk menunjukkan ketahanan iman, untuk bersandar sepenuhnya pada kekuatan yang tidak terlihat, dan untuk mempercayai bahwa Tuhan memiliki kendali penuh atas setiap keadaan, bahkan yang paling sulit sekalipun. Kita belajar bahwa "bahan tertawaan dan tontonan" bukanlah akhir dari cerita, melainkan sebuah babak yang akan membawa kita pada pemahaman yang lebih dalam tentang kasih dan kuasa Tuhan.