Firman Tuhan yang tertulis dalam Mazmur 50 ayat 17 ini menawarkan sebuah renungan yang mendalam mengenai perlakuan Tuhan terhadap orang fasik dan bagaimana respons mereka terhadap teguran-Nya. Ayat ini secara implisit menggambarkan kesenjangan yang mencolok antara mereka yang hidup dalam kebenaran dan mereka yang berpaling dari jalan Tuhan.
Mazmur 50 secara keseluruhan adalah sebuah mazmur yang mengisahkan penghakiman Allah. Daud, sang pemazmur, menggambarkan Tuhan yang datang untuk menghakimi umat-Nya, bukan hanya berdasarkan ketaatan ritual semata, tetapi juga berdasarkan hati dan tindakan mereka. Dalam konteks ini, ayat 17 menyoroti sisi lain dari penghakiman tersebut, yaitu bagaimana orang fasik diperlakukan.
Kata "ditugasi-Nya firman" mengindikasikan bahwa Tuhan tidak tinggal diam melihat kejahatan. Firman-Nya, yang merupakan kebenaran mutlak, disampaikan kepada orang fasik. Ini bisa berupa teguran langsung, peringatan melalui nabi, atau bahkan kesadaran batin yang ditanamkan oleh Roh Kudus. Namun, poin krusial dari ayat ini terletak pada pertanyaan retoris yang menyertainya: "dan kata-Nya bertelinga kepada peringatan-Nya?" Pertanyaan ini bukan mencari jawaban, melainkan menegaskan sebuah kenyataan yang menyedihkan: orang fasik tidak mendengar, atau lebih tepatnya, memilih untuk tidak mendengar firman dan peringatan Tuhan.
Sikap tidak mendengar ini bukanlah kebetulan, melainkan sebuah konsekuensi dari pilihan hidup mereka. Orang fasik, dalam kesombongan dan ketidakpedulian mereka, seringkali menganggap remeh atau bahkan menolak kebenaran ilahi. Mereka mungkin menikmati kesenangan duniawi, membenarkan perbuatan dosa mereka, dan membangun tembok di sekitar hati mereka sehingga suara Tuhan tidak dapat menembusnya. Mereka mungkin mendengar kata-kata Tuhan, namun kata-kata itu tidak pernah meresap ke dalam hati mereka, tidak pernah mengubah arah hidup mereka, dan tidak pernah menuntun mereka kepada pertobatan.
Kontras dengan orang fasik, orang yang benar akan mendengar suara Tuhan. Mereka mungkin melakukan kesalahan, tetapi hati mereka terbuka untuk ditegur dan diperbaiki. Mereka menyadari bahwa peringatan Tuhan adalah tanda kasih dan kepedulian-Nya, sebuah upaya untuk menarik mereka kembali dari jurang kehancuran. Mazmur 50:17 mengingatkan kita bahwa mendengarkan firman Tuhan bukan hanya soal pendengaran fisik, tetapi tentang keterbukaan hati, kerendahan hati, dan kemauan untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya.
Oleh karena itu, ayat ini menjadi panggilan untuk introspeksi diri. Apakah hati kita terbuka untuk firman Tuhan? Apakah kita mendengarkan peringatan-Nya dengan sungguh-sungguh, ataukah kita seperti orang fasik yang acuh tak acuh? Memang benar bahwa Tuhan tidak pernah berhenti berbicara, namun kemampuan kita untuk mendengar dan merespons-Nya akan menentukan arah perjalanan rohani kita, apakah menuju pada kebenaran dan keselamatan, atau pada kebinasaan karena ketidaktaatan.