"Jikalau aku berbuat jahat, atau ada kecurangan di tanganku, kalau aku berbuat keji kepada teman atau memusuhi orang tanpa alasan..."
Dalam lanskap kehidupan yang penuh warna dan terkadang berliku, kita sering kali dihadapkan pada berbagai tantangan dan cobaan. Ayat Mazmur 7:4 ini mengemukakan sebuah pernyataan yang begitu kuat dari seorang yang mungkin sedang berada dalam situasi sulit, di mana ia perlu mempertimbangkan integritas pribadinya. Daud, sang pemazmur, dalam kesusahannya, mengangkat sebuah pertanyaan mendasar kepada Tuhan: "Jikalau aku berbuat jahat, atau ada kecurangan di tanganku, kalau aku berbuat keji kepada teman atau memusuhi orang tanpa alasan..." Pernyataan ini bukanlah sekadar pengakuan dosa, melainkan sebuah pembelaan diri di hadapan Tuhan, sebuah penegasan bahwa ia mencari keadilan dan perlindungan-Nya berdasarkan kejujuran hati dan tindakan.
Fokus pada "kejahatan" dan "kecurangan di tanganku" menyiratkan adanya tindakan yang disengaja dan penuh perhitungan. Dosa bukanlah sekadar kesalahan yang tidak disadari, melainkan perbuatan yang melanggar kehendak Tuhan. Daud secara spesifik menyebutkan dua bentuk pelanggaran serius: "berbuat keji kepada teman" dan "memusuhi orang tanpa alasan." Ini menunjukkan pentingnya hubungan antarmanusia dalam pandangan ilahi. Menyakiti seorang teman, seseorang yang seharusnya menjadi tempat berbagi suka dan duka, adalah pelanggaran berat terhadap kasih dan kepercayaan. Demikian pula, memusuhi tanpa sebab adalah bentuk ketidakadilan dan kebencian yang tidak berdasar, mencerminkan hati yang tidak tentram dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ilahi.
Ayat ini bisa menjadi renungan mendalam bagi kita semua. Seberapa sering kita tanpa sadar melakukan "kecurangan kecil" dalam hidup kita? Apakah itu dalam pekerjaan, studi, atau bahkan hubungan pribadi? Apakah ada "perbuatan keji" yang tersembunyi dalam kata-kata atau sikap kita terhadap orang lain, terutama mereka yang dekat dengan kita? Dan yang lebih penting, apakah kita memiliki alasan yang sah, yang bersumber dari kebenaran ilahi, ketika kita merasa perlu untuk "memusuhi" atau mengambil jarak dari seseorang? Seringkali, alasan kita hanyalah ego, rasa sakit hati yang tidak terselesaikan, atau kesalahpahaman yang dibiarkan meruncing.
Dengan mengajukan pertanyaan ini kepada Tuhan, Daud secara implisit memohon agar Tuhan menguji hatinya. Ia siap untuk menerima hukuman jika ia memang bersalah. Namun, di balik itu, ada kerinduan yang mendalam untuk dibebaskan dari ancaman musuh-musuhnya. Daud percaya bahwa jika hatinya bersih dan tangannya tidak ternoda oleh kejahatan, maka Tuhan akan menjadi pembelanya. Ini adalah buah dari iman yang kokoh, keyakinan bahwa Tuhan adalah hakim yang adil dan pelindung bagi mereka yang hidup benar. Dalam konteks yang lebih luas, Mazmur 7 memberikan gambaran tentang Tuhan sebagai Hakim Semesta Alam yang melihat segala sesuatu dengan sempurna.
Kelepasan yang dicari Daud bukan hanya kelepasan fisik dari ancaman musuh, tetapi juga kelepasan moral dan spiritual dari beban kesalahan. Ketika hati kita dibebani oleh dosa, kita menjadi rentan terhadap serangan musuh, baik dari luar maupun dari dalam diri kita sendiri. Namun, ketika kita jujur di hadapan Tuhan, mengakui kekurangan kita, dan berusaha hidup sesuai dengan firman-Nya, kita dapat mengklaim janji-Nya sebagai pembela kita. Mazmur 7:4 mengingatkan kita bahwa fondasi dari setiap permohonan perlindungan ilahi adalah integritas pribadi dan keberanian untuk menghadapi kebenaran tentang diri kita sendiri. Ini adalah panggilan untuk hidup dalam terang, di mana keadilan dan kebenaran menjadi panduan setiap langkah kita.