Mazmur 95:9

"Di sana nenek moyangmu telah menguji Aku, mereka telah mencoba Aku, sekalipun mereka melihat perbuatan-Ku."

Ayat ini, Mazmur 95:9, membawa kita pada refleksi mendalam tentang hubungan antara manusia dan Tuhan, khususnya mengenai ketidakpercayaan dan pengujian yang kerap dilakukan oleh umat-Nya, bahkan setelah menyaksikan campur tangan ilahi yang luar biasa. Kata-kata ini mengingatkan kita pada pengalaman bangsa Israel di padang gurun, sebuah periode yang penuh dengan mukjizat sekaligus ujian iman.

Refleksi Pengujian dan Percaya

Pengujian yang dimaksud dalam ayat ini bukanlah sekadar rasa ingin tahu, melainkan sebuah keraguan yang mendalam dan pemberontakan hati. Di tengah aneka keajaiban yang Tuhan berikan, seperti penyediaan makanan di padang gurun, air yang memancar dari batu, dan perlindungan dari musuh, umat-Nya memilih untuk mempertanyakan kuasa dan kebaikan-Nya. Perbuatan-Nya, yang seharusnya menjadi bukti nyata kasih dan kesetiaan-Nya, justru dianggap sebagai dasar untuk menantang dan menguji kesabaran-Nya.

Mazmur ini mengajak kita untuk merenungkan perilaku kita sendiri. Seberapa sering kita, dalam kehidupan sehari-hari, menguji Tuhan? Mungkin bukan dengan cara yang sama persis seperti bangsa Israel, tetapi bisa jadi melalui ketidakpercayaan kita saat menghadapi kesulitan, kekecewaan, atau keraguan atas rencana-Nya. Ketika doa kita terasa tidak terjawab, ketika jalan yang kita tempuh terasa buntu, apakah kita tetap teguh beriman atau mulai meragukan kebaikan dan kuasa-Nya? Apakah kita lebih fokus pada perbuatan-Nya yang sudah terbukti, atau terpaku pada ketakutan dan ketidakpastian masa depan?

Pentingnya Mendengarkan dan Beriman

Fokus utama dari Mazmur 95 secara keseluruhan adalah ajakan untuk mendengarkan suara Tuhan dan tidak mengeraskan hati. Ayat 9 menjadi sebuah peringatan keras tentang konsekuensi dari sikap yang keras kepala dan tidak mau belajar dari pengalaman. Nenek moyang mereka telah melihat perbuatan-Nya, namun mereka tetap memilih jalan pengujian. Ini adalah sebuah siklus kegagalan yang berulang jika tidak ada perubahan hati.

Dalam konteks kehidupan modern, pesan ini tetap relevan. Kita dikelilingi oleh kesaksian perbuatan Tuhan dalam hidup kita, dalam ciptaan-Nya, dan dalam Firman-Nya. Tantangannya adalah bagaimana kita merespons semua itu. Apakah kita akan menggunakan pengalaman masa lalu dan bukti-bukti nyata sebagai landasan iman yang kokoh, atau justru menjadikannya sebagai alasan untuk terus meragukan? Belajar untuk tidak menguji Tuhan berarti membangun kepercayaan yang teguh, berserah pada kehendak-Nya, dan meyakini bahwa Ia selalu bekerja untuk kebaikan orang-orang yang mengasihi-Nya.

Mazmur 95:9 adalah pengingat bahwa iman yang sejati bukanlah tentang menguji Tuhan, melainkan tentang mempercayai-Nya sepenuhnya, bahkan ketika kita tidak sepenuhnya memahami jalan-Nya. Dengan mendengarkan Firman-Nya dan merenungkan perbuatan-Nya, kita dapat memperkuat iman kita dan menghindari perangkap pengujian yang hanya membawa kepada kekecewaan dan keterpisahan dari Sumber Kehidupan.