"Yaitu: Semaya, Hilkia, Amarya, Malkia, Hetus, Semanya, Paros, Harem, Meremot, Obaja, Daniel, Ginaton, Baruk, Mesulam, Abiya, Miamin, Maazya, Bilgai, Semaya, Yoel."
Ayat Nehemia 10:7 mencantumkan daftar nama-nama pemimpin atau perwakilan umat Israel pada masa setelah pembuangan di Babel. Nama-nama ini muncul dalam konteks pembahasan mengenai perjanjian atau pengukuhan kembali hukum Taurat yang dipimpin oleh Nehemia dan Ezra. Pengukuhan perjanjian ini merupakan momen penting dalam sejarah bangsa Israel, yang menegaskan kembali komitmen mereka kepada Allah dan hukum-Nya setelah periode panjang ketidaktaatan dan hukuman.
Kehadiran daftar nama seperti Semaya, Hilkia, Amarya, Malkia, Hetus, Semanya, dan lainnya menandakan adanya partisipasi aktif dari berbagai kalangan dalam proses rekonsiliasi spiritual bangsa. Setiap nama mewakili satu keluarga atau garis keturunan yang turut serta dalam deklarasi kesetiaan. Ini menunjukkan bahwa pemulihan dan pembaruan perjanjian bukan hanya urusan para pemimpin agama, tetapi juga melibatkan para tokoh terkemuka di tengah masyarakat. Keberadaan mereka memperkuat pesan tentang persatuan dan tanggung jawab kolektif umat di hadapan Tuhan.
Dalam konteks yang lebih luas di pasal Nehemia 10, ayat ini menjadi bagian dari pengakuan dosa dan peneguhan kembali ketaatan kepada hukum Allah. Para pemimpin tersebut, setelah mendengarkan pembacaan hukum Taurat, mengambil sumpah untuk hidup sesuai dengan perintah-perintah Allah. Mereka berjanji untuk tidak menyerahkan anak-anak mereka kepada bangsa-bangsa lain, untuk menghormati Sabat, untuk membayar persepuluhan dan persembahan yang seharusnya, serta untuk memelihara rumah Allah.
Peneguhan perjanjian ini adalah ekspresi dari kerinduan umat untuk hidup dalam persekutuan yang benar dengan Allah. Ini bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah komitmen yang didasari oleh kesadaran akan anugerah dan kebaikan Allah yang telah memulihkan mereka dari pembuangan. Nama-nama yang tercatat dalam Nehemia 10:7 adalah saksi bisu dari tekad ini. Mereka menunjukkan bahwa regenerasi spiritual dan moral bangsa Israel baru dapat tercapai ketika seluruh elemen masyarakat bersatu dalam ketaatan dan kesetiaan kepada Sang Pencipta.
Kisah peneguhan perjanjian ini memberikan pelajaran berharga bagi kita di masa kini. Pentingnya komitmen pribadi dan kolektif terhadap prinsip-prinsip kebenaran dan kebaikan tidak pernah lekang oleh waktu. Seperti para pemimpin yang namanya tercatat di Nehemia 10:7, kita dipanggil untuk memperbaharui janji kita kepada Allah, hidup dalam ketaatan, dan berkontribusi pada pemulihan spiritual di lingkungan kita. Perjanjian yang diteguhkan di masa Nehemia menjadi pengingat akan kesetiaan Allah dan panggilan-Nya bagi umat-Nya untuk senantiasa berjalan dalam terang firman-Nya.