Nehemia 13:25: Pelajaran tentang Perkawinan Antar Bangsa

"Aku menyatakan juga kesalahan-kesalahan mereka, dan aku memanggil mereka, orang-orang tertentu dari anak-anak imam. Aku mengutuk mereka dan mengikrarkan bahwa mereka harus menjauhkan diri dari bangsa-bangsa asing menjadi isteri bagi anak-anak mereka dan anak-anak mereka menjadi isteri bagi anak-anak bangsa-bangsa itu."

B

Nehemia pasal 13, ayat 25, membawa kita pada momen penting dalam pemulihan dan penegakan hukum Taurat di Yerusalem pasca pembuangan Babel. Ayat ini mencatat tindakan tegas Nehemia terhadap para pemimpin dan imam yang telah gagal menjaga kemurnian umat Israel, khususnya dalam hal perkawinan dengan bangsa-bangsa asing. Ini bukan sekadar aturan sosial, melainkan sebuah perintah ilahi yang memiliki implikasi spiritual mendalam. Pada masa itu, banyak orang Israel, termasuk para pemuka agama, mengambil isteri dan suami dari kalangan bangsa-bangsa yang tidak mengenal Tuhan. Perkawinan semacam ini dilihat oleh Tuhan sebagai ancaman serius terhadap identitas dan ketaatan umat-Nya. Alkitab berulang kali mengingatkan umat Israel untuk tidak menyembah berhala atau mengikuti kebiasaan bangsa-bangsa lain, dan perkawinan campuran adalah salah satu pintu masuk utama bagi pengaruh-pengaruh asing yang menyesatkan. Nehemia, sebagai seorang pemimpin yang teguh, tidak tinggal diam. Ia melihat bahwa pelanggaran ini merusak dasar spiritual bangsa Israel dan dapat membawa mereka kembali ke dalam kesesatan yang sama seperti nenek moyang mereka. Tindakannya adalah sebuah koreksi keras, di mana ia "menyatakan juga kesalahan-kesalahan mereka, dan aku memanggil mereka". Panggilan ini diikuti dengan "mengutuk mereka", yang dalam konteks Ibrani bisa berarti memisahkan mereka dari komunitas atau mengenakan sanksi atas perbuatan mereka. Pesan utama dari Nehemia 13:25 adalah pentingnya menjaga kekudusan dan identitas umat Tuhan melalui ketaatan pada firman-Nya. Pernikahan adalah institusi fundamental yang menyatukan dua pribadi dan keluarga. Ketika salah satu atau kedua pihak tidak memiliki fondasi iman yang sama, ada risiko besar bagi generasi mendatang untuk kehilangan arah spiritual mereka. Nehemia ingin memastikan bahwa anak-anak Israel tumbuh dalam pemahaman dan ketaatan kepada Tuhan mereka, bukan terpengaruh oleh praktik dan kepercayaan asing yang bertentangan dengan kehendak ilahi. Ayat ini juga mengajarkan tentang keberanian seorang pemimpin untuk menegakkan kebenaran, bahkan ketika itu berarti menghadapi orang-orang yang berkuasa atau melakukan tindakan yang tidak populer. Nehemia tidak takut untuk mengkonfrontasi para imam yang seharusnya menjadi teladan. Ia menunjukkan bahwa kepemimpinan yang sejati tidak hanya mengelola, tetapi juga mengoreksi dan membimbing umat menuju jalan yang benar, sesuai dengan tuntunan Tuhan. Bagi pembaca masa kini, Nehemia 13:25 tetap relevan. Meskipun konteksnya berbeda, prinsip menjaga integritas iman dalam hubungan, terutama pernikahan, tetap menjadi tantangan. Di dunia yang semakin terbuka dan terkoneksi, godaan untuk berkompromi dengan prinsip-prinsip ilahi bisa jadi lebih kuat. Ayat ini menjadi pengingat bahwa menjaga "kekudusan" dalam segala aspek kehidupan, termasuk pilihan pasangan hidup, adalah bagian penting dari ketaatan kita kepada Tuhan dan sebuah investasi jangka panjang bagi generasi penerus kita. Kita dipanggil untuk memiliki hikmat dalam setiap keputusan, agar kita dapat tetap berdiri teguh dalam iman dan kesaksian kita di hadapan dunia.