Kitab Obaja adalah salah satu kitab kenabian terpendek dalam Perjanjian Lama, namun sarat dengan pesan yang kuat. Ayat 1:11 ini khususnya menyoroti hubungan yang memburuk antara Edom dan Israel (dalam konteks ini, kaum Yehuda). Edom, keturunan Esau, memiliki sejarah panjang perselisihan dengan keturunan Yakub (Israel). Ayat ini menjadi sebuah peringatan keras dari Tuhan mengenai perilaku Edom terhadap saudara sebangsanya, yakni kaum Yehuda. Tuhan murka melihat bagaimana Edom tidak hanya berdiam diri saat kaum Yehuda menghadapi malapetaka, tetapi justru ikut serta dalam penindasan dan penganiayaan.
Gambaran "berhadapan dengan saudara-saudaramu" menunjukkan sebuah konfrontasi yang langsung. Kata "bertingkah larilah" dan "jadilah penganiaya" menyampaikan tindakan agresif dan kejam yang dilakukan oleh Edom. Ini bukan sekadar ketidakpedulian, melainkan partisipasi aktif dalam kesengsaraan orang lain yang seharusnya mereka lindungi atau setidaknya hormati sebagai saudara sebangsa. Dalam budaya kuno, ikatan kekerabatan sangatlah penting, dan tindakan Edom ini merupakan pelanggaran berat terhadap norma-norma tersebut.
Tindakan penindasan dan penganiayaan yang dilakukan oleh Edom terhadap kaum Yehuda tidak akan luput dari pandangan Tuhan. Kitab Obaja dilanjutkan dengan penghakiman yang akan menimpa Edom atas kekejaman mereka. Ayat-ayat berikutnya memberikan gambaran tentang kehancuran yang akan dialami Edom, sebagai konsekuensi dari tindakan mereka. Hal ini mengingatkan kita bahwa Tuhan adalah hakim yang adil. Dia tidak akan tinggal diam melihat ketidakadilan, terutama yang dilakukan oleh satu bangsa terhadap bangsa lain yang memiliki hubungan historis dan kekerabatan.
Pesan Obaja 1:11 ini memiliki relevansi yang mendalam hingga kini. Ia mengajarkan pentingnya kasih persaudaraan, solidaritas, dan empati. Dalam dunia yang seringkali penuh dengan persaingan dan konflik, kita diingatkan untuk tidak pernah bertindak kejam atau memanfaatkan kesulitan orang lain. Sebaliknya, kita dipanggil untuk menunjukkan belas kasih, mendukung mereka yang lemah, dan menentang ketidakadilan. Kebaikan yang kita lakukan terhadap sesama, terlebih kepada mereka yang dekat dengan kita, adalah cerminan dari hubungan kita dengan Tuhan.
Ketika kita melihat kembali pada firman Tuhan di Obaja 1:11, kita diajak untuk merenungkan bagaimana kita memperlakukan orang lain. Apakah kita cenderung bersikap seperti Edom, membiarkan diri kita terpengaruh oleh kebencian atau persaingan, bahkan sampai menyakiti saudara-saudara kita? Atau kita memilih untuk menjadi pembawa damai, penolong, dan pelindung? Pilihan ini memiliki konsekuensi, baik di dunia ini maupun di hadapan Tuhan. Kitab Obaja, melalui ayat ini, menjadi pengingat bahwa keadilan dan kasih harus selalu menjadi landasan dalam setiap interaksi kita.