Pengkhotbah 2:14

"Orang bijak melihat dengan matanya, sedang orang bebal berjalan di dalam kegelapan. Tetapi aku pun menyadari, bahwa nasib mereka berdua adalah sama."

Ilustrasi: Hikmat melihat terang, kebodohan dalam kegelapan.

Memahami Pengkhotbah 2:14

Kitab Pengkhotbah, yang diyakini ditulis oleh Raja Salomo, adalah sebuah eksplorasi mendalam tentang makna kehidupan, kesia-siaan, dan pencarian kebenaran di bawah matahari. Di tengah renungan tentang berbagai usaha manusia, mulai dari pencarian kesenangan, kekayaan, hingga pembangunan besar, muncul ayat kunci ini: Pengkhotbah 2:14. Ayat ini dengan ringkas membandingkan dua tipe manusia: orang bijak dan orang bebal.

"Orang bijak melihat dengan matanya" memberikan gambaran tentang kesadaran yang tajam, pemahaman yang jernih, dan kemampuan untuk melihat realitas sebagaimana adanya. Mereka yang memiliki hikmat tidak hanya mengamati, tetapi juga memahami implikasi dari tindakan dan situasi. Mereka dapat membedakan antara yang benar dan yang salah, yang berharga dan yang sia-sia. Mata di sini bukan sekadar organ fisik, melainkan metafora untuk persepsi yang tercerahkan, pemahaman yang mendalam yang memandu keputusan dan tindakan mereka.

Nasib yang Sama: Sebuah Refleksi

Namun, yang menarik dan mungkin mengejutkan dari ayat ini adalah kelanjutannya: "sedang orang bebal berjalan di dalam kegelapan. Tetapi aku pun menyadari, bahwa nasib mereka berdua adalah sama." Orang bebal, sebaliknya, hidup dalam ketidakpedulian, dalam kebingungan, atau dalam kesesatan. Mereka tidak dapat melihat dengan jelas, sehingga tindakan mereka sering kali salah arah dan membawa pada konsekuensi yang tidak diinginkan. Mereka berjalan dalam kegelapan, tanpa terang penuntun yang dimiliki orang bijak.

Dalam konteks kehidupan duniawi, Pengkhotbah sering kali menekankan tentang kesia-siaan. Baik orang bijak maupun orang bebal, pada akhirnya akan menghadapi kematian. Keduanya akan menghadapi akhir yang sama di dunia ini, terlepas dari tingkat pemahaman atau ketidakpahaman mereka. Hal ini bukan berarti hikmat tidak penting. Hikmat memungkinkan seseorang menjalani hidupnya dengan lebih baik, membuat keputusan yang lebih bijak, dan menemukan kepuasan yang lebih dalam dalam hidup ini, bahkan ketika menghadapi kenyataan akhir yang sama.

Ayat ini mendorong kita untuk merenungkan bagaimana kita menjalani hidup kita. Apakah kita berusaha untuk melihat dengan mata yang jernih, mencari pemahaman dan kebenaran, ataukah kita membiarkan diri kita berjalan dalam kegelapan ketidaktahuan atau penyangkalan? Meskipun akhir fisik mungkin sama, jalan yang kita tempuh, cara kita menghadapi kesulitan, dan kualitas hidup yang kita alami sangat berbeda. Hikmat, dalam pandangan Pengkhotbah, memberikan terang yang berharga bagi perjalanan hidup di dunia yang penuh dengan kesia-siaan.