Kitab Ratapan, sebuah lantunan duka mendalam atas kehancuran Yerusalem, sering kali diasosiasikan dengan kesedihan dan ratapan. Namun, di balik gambaran kesedihan itu, tersimpan pengakuan yang tulus dan mendalam tentang keadilan Tuhan. Ayat 18 dari pasal pertama secara gamblang menyatakan: "TUHAN itu benar, tetapi kami, seluruh Yehuda, telah memberontak. Ya, TUHAN adalah benar dalam segala hal, tetapi kami adalah orang-orang yang berdosa." Pernyataan ini bukan sekadar pengakuan dosa, melainkan fondasi teologis yang menegaskan kedaulatan dan kebenaran Tuhan, bahkan ketika manusia jatuh dalam jurang pemberontakan.
Dalam konteks kehancuran yang melanda Yehuda, di mana bangsa itu kehilangan kota suci, Bait Suci, dan kemerdekaannya, sangat mudah untuk menyalahkan pihak luar, musuh, atau bahkan menuntut Tuhan atas ketidakadilan. Namun, penulis Ratapan memilih jalan yang berbeda. Ia mengakui bahwa kehancuran yang menimpa mereka bukanlah akibat ketidakadilan Tuhan, melainkan buah dari dosa dan pemberontakan mereka sendiri. Ini adalah pengakuan yang membutuhkan keberanian spiritual dan kejujuran yang mendalam, melepaskan diri dari pola pikir menyalahkan orang lain atau kekuatan eksternal.
Simbol Keadilan dan Kebenaran Tuhan
Pernyataan "kami, seluruh Yehuda, telah memberontak" menyoroti skala masalah yang dihadapi. Ini bukan kesalahan individu yang terisolasi, melainkan kegagalan kolektif seluruh bangsa. Pemberontakan terhadap Tuhan seringkali termanifestasi dalam berbagai bentuk: ketidaktaatan terhadap hukum-Nya, penyembahan berhala, ketidakadilan sosial, penindasan terhadap kaum lemah, dan pengabaian terhadap perintah-Nya. Semua ini mengikis fondasi spiritual dan moral masyarakat, membuka pintu bagi malapetaka.
Menyadari bahwa Tuhan itu benar dan adil adalah langkah pertama untuk memahami mengapa malapetaka itu datang. Keadilan Tuhan tidak berarti Dia senang melihat penderitaan, melainkan Dia bertindak sesuai dengan kebenaran-Nya. Ketika manusia terus-menerus menolak kebenaran-Nya dan memilih jalan pemberontakan, konsekuensinya tak terhindarkan. Kitab Ratapan, melalui ayat ini, mengajarkan sebuah pelajaran fundamental: keadilan Tuhan bukan ancaman yang sewenang-wenang, melainkan cerminan dari karakter-Nya yang suci dan standar moral-Nya yang tak terubah.
Lebih jauh lagi, pengakuan ini membuka jalan bagi rekonsiliasi dan pemulihan. Dengan mengakui kesalahan mereka, bangsa Yehuda memberikan dasar bagi Tuhan untuk menunjukkan belas kasihan-Nya. Ketika manusia berhenti bersembunyi di balik penyangkalan atau menyalahkan orang lain, dan berani menghadap kebenaran tentang diri mereka sendiri, pintu rahmat Tuhan dapat terbuka. Ayat ini menjadi pengingat yang kuat bahwa di tengah keputusasaan, ada harapan yang berakar pada kebenaran dan keadilan ilahi, serta pada pengakuan jujur akan dosa-dosa kita.