"Bukankah dari mulut Yang Mahatinggi keluar malapetaka dan nasib baik?"
Kitab Ratapan, yang secara tradisional diatribusikan kepada Nabi Yeremia, adalah sebuah karya sastra yang mendalam tentang kesedihan, kehilangan, dan penderitaan. Dalam bab ketiga, kita menemukan sebuah momen refleksi yang kuat, sebuah pengakuan akan kedaulatan Allah bahkan di saat-saat tergelap. Ayat 38, "Bukankah dari mulut Yang Mahatinggi keluar malapetaka dan nasib baik?", mengajak kita untuk merenungkan sebuah kebenaran fundamental tentang cara kerja Tuhan di dunia.
Seringkali, ketika malapetaka menimpa—baik itu kehilangan orang yang dicintai, kegagalan yang menghancurkan, atau penyakit yang tak kunjung sembuh—reaksi pertama kita adalah bertanya "mengapa?". Kita mungkin merasa bingung, marah, atau bahkan ditinggalkan. Dalam kegelapan tersebut, rasanya sulit untuk melihat adanya tujuan atau makna di balik penderitaan. Namun, ayat ini menantang kita untuk melihat lebih luas dari sekadar pengalaman sesaat.
Ayat ini bukanlah ajakan untuk merayakan malapetaka atau menyalahkan Tuhan atas segala sesuatu yang buruk terjadi. Sebaliknya, ini adalah pengingat akan perspektif Ilahi yang jauh melampaui pemahaman manusia. Allah, dalam kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas, adalah sumber dari segala sesuatu. Ini berarti bahwa baik hal-hal yang kita anggap "baik" maupun "buruk" pada akhirnya berada dalam kendali-Nya. Nasib baik yang kita nikmati, keberuntungan yang kita alami, dan juga kesulitan serta tantangan yang kita hadapi, semuanya adalah bagian dari rancangan-Nya yang lebih besar.
Memahami kebenaran ini dapat memberikan kekuatan luar biasa. Ketika kita mampu melihat bahwa malapetaka pun tidak terjadi di luar kendali Allah, kita bisa mulai melepaskan beban kemarahan dan keputusasaan. Ini tidak berarti kita tidak merasakan sakit atau kesedihan. Kesedihan itu valid, dan mengakui perasaan kita adalah penting. Namun, menempatkan penderitaan kita dalam konteks kedaulatan Allah dapat membantu kita untuk menemukan kedamaian dan harapan yang tersembunyi, bahkan di tengah badai kehidupan.
Ratapan 3:38 mengajarkan kita untuk tidak hanya mencari jawaban "mengapa" saat menghadapi kesulitan, tetapi juga untuk memelihara iman bahwa ada tujuan yang lebih tinggi di balik semua itu. Tuhan tidak pernah meninggalkan umat-Nya, bahkan ketika jalan terasa sangat gelap. Kehendak-Nya, meskipun kadang sulit dipahami, selalu mengarah pada kebaikan terakhir bagi mereka yang percaya dan berserah kepada-Nya. Merenungkan ayat ini dapat membantu kita untuk mengarahkan pandangan dari situasi yang menyakitkan kepada Sang Pencipta yang memegang kendali segalanya, menemukan kekuatan dalam keyakinan bahwa malapetaka dan nasib baik adalah bagian dari rencana-Nya yang sempurna.