Ratapan 3:60

"Engkau melihat segala kelaliman mereka, segala rancangan mereka terhadap aku."

Ilustrasi Kesaksian

Ayat Ratapan 3:60 bukan sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah pekik jiwa yang dalam, sebuah pengakuan teramat personal tentang betapa pahitnya merasakan ketidakadilan yang terencana. Dalam kesendirian dan kerapuhan, sang pemazmur menengadah, bukan kepada sesama yang mungkin tak mampu memahami, tetapi kepada Sang Ilahi yang melihat segalanya. Frasa "segala kelaliman mereka" menyiratkan rentetan perbuatan buruk, tindakan keji, dan penzaliman yang berulang-ulang. Ini bukan kesalahan tunggal, melainkan pola perilaku yang disengaja, sebuah desain kebencian yang terstruktur.

Lebih menyakitkan lagi adalah pengakuan "segala rancangan mereka terhadap aku." Ini menunjukkan bahwa penderitaan yang dialami bukanlah kebetulan belaka. Ada niat jahat di baliknya, ada strategi yang disusun untuk menjatuhkan, menyakiti, atau menghancurkan. Perasaan menjadi target, menjadi sasaran empuk dari kebencian orang lain, adalah beban psikologis yang luar biasa. Ketika segala upaya, sehalus apa pun, dipelintir menjadi alat kejahatan, dan setiap langkah hidup diintai untuk dijadikan celah kejatuhan, maka ratapan adalah respons alami jiwa yang terluka.

Namun, di tengah kegelapan dan keputusasaan yang mungkin menyelimuti, ayat ini juga menyimpan secercah harapan yang teramat penting. Pengakuan bahwa Tuhan melihat "segala" kelaliman dan rancangan tersebut berarti bahwa penderitaan ini tidak luput dari perhatian-Nya. Dia tidak menutup mata terhadap ketidakadilan. Dia adalah Saksi Agung, Hakim yang adil, yang mengetahui setiap detail dari apa yang dialami. Kesadaran ini menjadi sumber kekuatan, sebuah pengingat bahwa di alam semesta yang terkadang terasa kejam ini, ada satu entitas yang memahami sepenuhnya, yang menyaksikan setiap tetes air mata dan setiap rasa sakit.

Mengartikulasikan Ratapan 3:60 dalam konteks modern, kita bisa melihatnya pada berbagai bentuk penindasan: perundungan siber yang terencana, fitnah yang disebarluaskan secara sistematis, ketidakadilan di tempat kerja yang sengaja diciptakan, atau bahkan konflik antarmanusia yang dilatarbelakangi dendam tersembunyi. Dalam semua situasi ini, ada orang-orang yang merasa menjadi korban dari "kelaliman" dan "rancangan" orang lain. Ayat ini menjadi validasi bagi perasaan mereka, memberikan ruang untuk menyuarakan rasa sakit yang mungkin sulit diungkapkan kepada dunia.

Ratapan 3:60 mengajarkan kita pentingnya menyampaikan segala sesuatu kepada Tuhan. Bukan hanya dalam doa-doa yang manis dan penuh pujian, tetapi juga dalam teriakan keputusasaan, dalam ungkapan luka yang paling dalam. Dia sanggup mendengar dan melihat, dan dari pengamatan-Nya itulah keadilan akhirnya akan ditegakkan. Ayat ini adalah bukti bahwa bahkan di saat-saat tergelap, keyakinan akan penglihatan Tuhan dapat menjadi jangkar bagi jiwa yang bergumul. Ini adalah undangan untuk tidak menyimpan luka sendirian, tetapi menyerahkannya kepada Dia yang melihat segalanya, dan yang berkuasa untuk memulihkan.