"Ke sanalah kamu harus membawa segala yang diminta oleh TUHAN, Allahmu: korban bakaranmu dan korban sembelihanmu, persembahan persepuluhanmu dan persembahan khususmu, segala yang dinazarkan dan yang dipersembahkan dengan sukarela, dan anak-anak sulungmu dari lembu sapimu dan dombamu."
Ayat ini dari Kitab Ulangan, pasal 12 ayat 6, membawa kita pada sebuah inti ajaran penting mengenai ibadah dan hubungan umat Israel dengan Tuhan. Lebih dari sekadar ritual, ayat ini menekankan tentang tujuan dan cara persembahan yang berkenan di hadapan Allah. Tuhan menetapkan sebuah tempat khusus, yang kemudian menjadi pusat ibadah, di mana seluruh persembahan harus dibawa. Hal ini bukan semata-mata tentang kepatuhan buta, melainkan sebuah prinsip yang mendalam.
Kata kunci dalam ayat ini adalah "segala yang diminta oleh TUHAN, Allahmu". Ini menunjukkan bahwa persembahan bukanlah sesuatu yang datang dari inisiatif manusia semata atau berdasarkan keinginan pribadi. Sebaliknya, setiap persembahan haruslah respons terhadap perintah dan kehendak Allah. Tuhanlah yang menetapkan apa yang Ia inginkan, bagaimana Ia menginginkannya, dan di mana Ia menginginkannya. Dalam konteks Ulangan, pusat ibadah ini adalah tempat yang dipilih Tuhan sendiri, tempat di mana nama-Nya akan berdiam.
Persembahan yang disebut mencakup berbagai jenis, dari korban bakaran dan sembelihan yang bersifat penebusan dan pengudusan, hingga persembahan persepuluhan dan khusus yang merupakan pengakuan atas berkat Tuhan. Ayat ini juga secara spesifik menyebutkan nazar dan persembahan sukarela, serta yang terpenting, anak-anak sulung dari hewan ternak. Hal ini menegaskan bahwa tidak ada aspek kehidupan yang luput dari penyertaan dan penyerahan kepada Tuhan. Dari hasil panen, kekayaan, hingga keturunan pertama, semuanya adalah milik Tuhan dan harus dikembalikan serta dipersembahkan kepada-Nya sebagai tanda pengakuan dan kesetiaan.
Penting untuk memahami bahwa Ulangan 12:6 bukan hanya catatan historis mengenai praktik keagamaan bangsa Israel kuno. Prinsip di baliknya memiliki resonansi yang kuat hingga kini. Dalam pengertian spiritual, kita dipanggil untuk membawa seluruh aspek kehidupan kita sebagai persembahan yang hidup kepada Tuhan (Roma 12:1). Ini berarti menyerahkan waktu, talenta, harta benda, hubungan, dan bahkan pikiran serta hati kita kepada-Nya. Persembahan yang tulus hati, yang datang dari kesadaran akan kebaikan Tuhan dan kerinduan untuk menyenangkan-Nya, adalah yang paling bernilai.
Tuhan tidak hanya melihat kuantitas atau jenis persembahan, tetapi juga motivasi di baliknya. Ketika kita memberikan persembahan dengan hati yang penuh syukur, kerendahan hati, dan ketaatan, itulah yang berkenan kepada-Nya. Ulangan 12:6 mengingatkan kita bahwa ibadah yang sejati melibatkan penyerahan total dan kesungguhan hati dalam setiap aspek kehidupan, menunjukkan bahwa seluruh hidup kita adalah persembahan bagi kemuliaan-Nya.