"Tetapi jika ada di antaramu seorang yang najis oleh karena mimpi pada malam hari, maka haruslah ia keluar dari tempat perkhemahan, janganlah ia masuk kembali ke tempat perkhemahan."
Simbol Kebersihan dan Ketaatan
Ayat Ulangan 23:10 mungkin terdengar asing atau bahkan sedikit membingungkan bagi sebagian orang di zaman modern. Ayat ini berbicara tentang aturan yang berkaitan dengan najis karena mimpi pada malam hari dan perintah untuk keluar dari tempat perkhemahan. Penting untuk memahami konteks historis dan teologis di balik peraturan ini untuk menangkap makna yang lebih dalam. Di zaman Perjanjian Lama, konsep kesucian (kedushah) sangat ditekankan, terutama dalam kehidupan Israel sebagai umat pilihan Allah. Kesucian ini bukan hanya menyangkut moralitas, tetapi juga kebersihan fisik dan ritual, yang menjadi prasyarat penting dalam hubungan mereka dengan Tuhan dan dalam kehidupan komunal mereka.
Keluarnya seseorang dari tempat perkhemahan karena najis, meskipun disebabkan oleh proses alami tubuh seperti mimpi, menunjukkan betapa seriusnya konsep kekudusan dipandang. Ini bukan hukuman, melainkan sebuah prosedur untuk memelihara kesucian seluruh perkemahan. Perkemahan Israel adalah tempat di mana Allah berdiam di tengah umat-Nya, direpresentasikan oleh Kemah Suci. Oleh karena itu, setiap aspek kehidupan harus mencerminkan kekudusan Allah tersebut. Ketidakmurnian, sekecil apapun, dapat dipandang sebagai ancaman terhadap kehadiran ilahi di tengah-tengah umat.
Meskipun aturan spesifik mengenai najis karena mimpi mungkin tidak berlaku secara harfiah bagi umat Kristen di era Perjanjian Baru, prinsip dasar yang mendasarinya tetap relevan. Prinsip ini adalah tentang pentingnya menjaga kesucian, baik dalam diri pribadi maupun dalam komunitas iman. Yesus sendiri mengajarkan tentang kesucian hati (Matius 5:8), bahwa orang yang suci hatinya akan melihat Allah. Rasul Paulus juga berulang kali mengingatkan jemaat untuk hidup kudus, menjauhi dosa, dan menjadi bejana yang terhormat bagi Tuhan (1 Tesalonika 4:3; 2 Timotius 2:21).
Dalam konteks kekinian, "keluar dari tempat perkhemahan" bisa diartikan sebagai tindakan disiplin diri, menjauhi hal-hal yang dapat mencemari kesucian hidup kita dan merusak hubungan kita dengan Tuhan serta komunitas orang percaya. Ini bisa berarti menjauhi godaan dosa, pergaulan yang buruk, atau pikiran-pikiran yang tidak berkenan kepada Tuhan. Hal ini menuntut kesadaran diri yang tinggi dan komitmen untuk terus menerus memurnikan diri.
Ulangan 23:10 mengajarkan bahwa kesucian bukanlah sesuatu yang bisa dianggap enteng. Ini memerlukan perhatian dan tindakan nyata. Dalam kehidupan modern yang penuh dengan berbagai macam pengaruh, menjaga kesucian seringkali menjadi tantangan. Namun, dengan pertolongan Roh Kudus, kita dapat memelihara hubungan yang murni dengan Allah. Ini melibatkan doa yang tekun, pembacaan Firman Tuhan secara teratur, persekutuan dengan orang-orang percaya yang membangun, serta disiplin diri dalam segala aspek kehidupan.
Ayat ini mengingatkan kita bahwa komitmen terhadap kesucian adalah bagian integral dari perjalanan iman. Ini adalah proses berkelanjutan untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, membiarkan Dia membersihkan dan menguduskan kita, sehingga kita dapat hidup sesuai dengan kehendak-Nya dan menjadi terang di dunia. Kesucian bukan berarti kesempurnaan tanpa cela, tetapi sebuah kerinduan yang tulus untuk hidup sesuai dengan standar Allah, dan sebuah kesediaan untuk terus belajar dan bertumbuh dalam kasih karunia-Nya. Dengan demikian, kita dapat memelihara keutuhan spiritual dan menjadi berkat bagi sesama.