"Demikianlah engkau akan mengingat, bahwa engkau pun dahulu seorang budak di tanah Mesir; itulah sebabnya aku, TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau melakukan hal ini."
Ayat Ulangan 24:22 ini bukan sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah pengingat yang kuat tentang keadilan, belas kasihan, dan pentingnya mengenang masa lalu. Perintah untuk menyisakan sedikit hasil panen bagi orang asing, janda, dan yatim piatu berakar langsung dari pengalaman Israel sebagai budak di Mesir. TUHAN tidak membiarkan umat-Nya melupakan penderitaan yang mereka alami, tetapi justru menggunakan ingatan itu sebagai landasan untuk membentuk karakter mereka menjadi bangsa yang peduli dan adil.
Perintah ini mengajarkan kita sebuah prinsip penting: pengalaman kita, terutama pengalaman yang sulit, seharusnya membentuk cara kita memperlakukan orang lain. Ketika kita memahami arti dari kekurangan, ketidakadilan, atau ketergantungan, kita menjadi lebih peka terhadap kebutuhan orang-orang di sekitar kita. Inilah yang dimaksud dengan menjadi ulangan 24 22 dalam praktik kehidupan sehari-hari. Kita tidak hanya mengingat penderitaan kita sendiri, tetapi juga berempati dengan penderitaan orang lain dan mengambil tindakan nyata untuk membantu.
Di era modern ini, konsep "menyisakan hasil panen" mungkin terlihat kuno, tetapi esensinya tetap relevan. Ini bisa berarti menyisakan waktu untuk mendengarkan orang yang membutuhkan, menyumbangkan sebagian rezeki kita untuk amal, atau sekadar menawarkan bantuan kepada tetangga yang sedang kesulitan. Mengingat pengalaman pribadi kita, baik itu kesulitan finansial, kesendirian, atau ketidakadilan yang pernah kita rasakan, seharusnya memotivasi kita untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama kepada orang lain.
Inti dari ulangan 24 22 adalah transformasi dari penerima belas kasihan menjadi pemberi belas kasihan. Ketika kita sadar bahwa kita pernah berada dalam posisi yang lemah, kita akan lebih cenderung untuk mengangkat mereka yang jatuh. Ini bukan tentang belas kasihan yang lahir dari rasa kasihan semata, tetapi belas kasihan yang lahir dari pemahaman dan pengalaman yang sama. Kita diingatkan bahwa kita pun dahulu adalah budak, dan kini kita diberkati, sehingga kewajiban kita adalah membagikan berkat itu.
Setiap kali kita menemukan diri kita dalam posisi yang lebih baik, entah itu secara finansial, sosial, atau spiritual, ingatlah pengingat dari Ulangan 24:22. Jadikan pengalaman masa lalu sebagai sumber kekuatan untuk bertindak dengan kebaikan dan keadilan. Biarlah ingatan tentang perbudakan di Mesir menjadi mercusuar yang memandu kita untuk selalu memanusiakan sesama, terutama mereka yang rentan. Jadilah cahaya di kegelapan, seperti firman-Nya.