dan mempersembahkan korban keselamatan, lalu makan di sana dan bersukacita di hadapan TUHAN, Allahmu.
Ayat Ulangan 27:7 memberikan gambaran yang indah tentang sebuah ritual dan perayaan. Ini bukanlah sekadar perintah agama, melainkan sebuah undangan untuk mengalami kebersamaan yang mendalam dengan Tuhan dan sesama. Perintah untuk mempersembahkan korban keselamatan, lalu makan di sana dan bersukacita di hadapan Tuhan, Allahmu, mencakup berbagai dimensi spiritual dan sosial yang sangat penting.
Pertama, mari kita renungkan makna "korban keselamatan". Dalam konteks Israel kuno, korban keselamatan (disebut juga korban damai sejahtera) adalah jenis persembahan sukarela yang dipersembahkan untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas berkat yang diterima, atau untuk menepati janji. Bagian penting dari korban ini adalah umat Tuhan diizinkan untuk makan sebagian dari hewan yang dikorbankan. Ini menciptakan suasana perjamuan kudus, di mana umat bersekutu dengan Tuhan dan satu sama lain.
Proses ini bukan hanya tentang memberikan sesuatu kepada Tuhan, tetapi juga tentang menerima kembali berkat-Nya dalam bentuk makanan dan kebersamaan. Ini adalah pengingat bahwa segala sesuatu yang baik datang dari Tuhan. Tindakan mempersembahkan korban keselamatan merupakan ekspresi iman yang aktif, mengakui kedaulatan Tuhan dan bergantung pada-Nya untuk kesejahteraan.
Selanjutnya, ayat ini menekankan pentingnya "makan di sana dan bersukacita". Perayaan ini tidak dilakukan secara terpisah atau tergesa-gesa. Makan bersama di tempat persembahan menunjukkan persatuan dan komunitas. Di tengah-tengah perjamuan inilah sukacita tumbuh. Sukacita yang dimaksud di sini bukan sekadar kegembiraan sesaat, melainkan kebahagiaan yang berakar pada hubungan yang baik dengan Tuhan.
"Bersukacita di hadapan TUHAN, Allahmu" adalah inti dari perayaan ini. Ini berarti sukacita mereka diarahkan kepada Tuhan, mengakui bahwa Dialah sumber segala sukacita. Di hadapan-Nya, mereka dapat sepenuhnya melepaskan kekhawatiran dan menikmati kehadiran-Nya. Pengalaman ini memperkuat iman mereka dan mengingatkan mereka akan kasih serta kesetiaan Tuhan dalam kehidupan mereka.
Dalam kehidupan modern, kita mungkin tidak lagi mempraktikkan korban keselamatan secara harfiah seperti di zaman Israel kuno. Namun, prinsip di balik Ulangan 27:7 tetap relevan. Kita diundang untuk terus mengucap syukur kepada Tuhan atas segala berkat, baik besar maupun kecil. Kita dapat melakukannya melalui doa, pujian, pelayanan, dan dengan berbagi kebaikan dengan sesama. Momen-momen kebersamaan, baik dalam keluarga maupun komunitas, bisa menjadi "perjamuan" kita, di mana kita dapat merasakan sukacita dan memperkuat hubungan kita dengan Tuhan.
Mari kita jadikan ayat ini sebagai pengingat untuk selalu membawa hati yang bersyukur dan semangat sukacita dalam setiap aspek kehidupan kita, mengakui Tuhan sebagai sumber segala kebaikan dan merayakan kehadiran-Nya bersama-sama.