Pada hari itu juga berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Naiklah ke [...] gunung Nebo, yang menghadap [...] tanah Kanaan, yang Kuberikan kepada bani Israel menjadi milik pusaka. Engkau akan mati di gunung itu, [...] ke mana engkau naik, dan engkau akan dikumpulkan kepada kaum leluhurmu, [...] seperti Harun, kakakmu, mati di gunung Hor, dan dikumpulkan kepada kaum leluhurnya; sebab kamu berdua tidak taat kepada titah-Ku di padang gurun Zin, [...] ketika mereka berselisih paham di antara Bani Israel, dan kamu tidak memuliakan Aku di tengah-tengah mereka dengan menyucikan Gambaranku pada padang gurun Zin, [...] bukan menyucikan Gambaranku pada padang gurun Zin.
Ayat Ulangan 32:48 merupakan sebuah momen krusial dalam narasi Alkitab, menandai titik balik penting dalam perjalanan umat Israel menuju Tanah Perjanjian. Ayat ini bukan hanya sebuah dekrit ilahi yang disampaikan kepada Musa, tetapi juga sebuah pengumuman yang sarat makna mengenai takdir seorang pemimpin besar yang telah membimbing umat pilihan Allah melewati berbagai cobaan dan tantangan selama empat puluh tahun di padang gurun. Perintah untuk naik ke Gunung Nebo dan mempersiapkan diri untuk kematian adalah konsekuensi langsung dari ketidaktaatan Musa dan Harun sebelumnya, sebagaimana disebutkan dalam konteks ayat-ayat sebelumnya (Bilangan 20:12).
Perjalanan panjang menuju Tanah Perjanjian.
Perintah ilahi ini menekankan pentingnya ketaatan mutlak kepada firman Tuhan. Meskipun Musa adalah seorang pemimpin yang luar biasa, yang dipercaya oleh Allah untuk memimpin umat-Nya keluar dari perbudakan di Mesir, membawa mereka melalui padang gurun, dan bahkan berbicara tatap muka dengan Tuhan, dia tetap tunduk pada hukum ilahi. Kesalahan kecil, seperti memukul batu dua kali alih-alih berbicara kepadanya untuk mengeluarkan air (seperti yang dicatat dalam Bilangan 20:8-11), memiliki konsekuensi yang signifikan. Ini mengajarkan bahwa bahkan para pemimpin rohani yang paling dihormati pun tidak kebal dari penghakiman ilahi jika mereka tidak mengikuti perintah Tuhan dengan setia dan memuliakan-Nya di hadapan umat-Nya.
Perintah untuk mati di Gunung Nebo juga memiliki makna simbolis yang mendalam. Gunung Nebo menawarkan pemandangan indah dari Tanah Kanaan yang dijanjikan. Musa, yang telah mengarahkan umatnya selama bertahun-tahun menuju tujuan ini, diizinkan untuk melihatnya dari kejauhan, tetapi tidak diizinkan untuk memasukinya. Ini bisa diartikan sebagai gambaran tentang janji-janji Allah yang terkadang melampaui pengalaman duniawi kita, atau sebagai pengingat bahwa pekerjaan kepemimpinan seringkali melibatkan pengorbanan pribadi demi generasi mendatang. Penggalian arkeologis di wilayah Gunung Nebo telah mengungkapkan bukti keberadaan pemukiman kuno, memberikan konteks geografis pada narasi biblika ini.
Kematian Musa menandai akhir dari era pembentukan bangsa Israel di bawah kepemimpinannya. Namun, ini bukanlah akhir dari rencana Allah. Dengan kematian Musa, kepemimpinan beralih kepada Yosua, yang kemudian memimpin Israel memasuki dan menaklukkan Tanah Kanaan. Ayat Ulangan 32:48, bersama dengan seluruh pasal ini, adalah bagian integral dari nyanyian Musa yang terakhir, sebuah kesaksian yang kuat tentang kesetiaan Allah, keadilan-Nya, dan rencana-Nya yang tak tergoyahkan bagi umat-Nya, bahkan ketika menghadapi ketidaktaatan dan konsekuensi. Pesannya terus relevan hingga kini, mengingatkan kita akan pentingnya ketaatan, penghormatan kepada otoritas ilahi, dan harapan akan janji-janji yang lebih besar.