Yehezkiel 1:2 - Visi Ilahi yang Menginspirasi

"Maka pada tanggal lima bulan itu, yakni lima tahun sesudah raja Yoyakhin dibuang, firman TUHAN datang kepada Yehezkiel, anak Busi, imam itu, di tanah orang Kasdim, di tepi sungai Kebar."
Simbol Visi Ilahi Cahaya Kebenaran
Ilustrasi simbolis dari visi yang datang dalam kegelapan.

Kitab Yehezkiel, salah satu kitab kenabian dalam Perjanjian Lama, dibuka dengan momen yang sangat kuat dan dramatis. Ayat pembuka, Yehezkiel 1:2, membawa kita langsung ke jantung pengalaman nabi Yehezkiel. "Maka pada tanggal lima bulan itu, yakni lima tahun sesudah raja Yoyakhin dibuang, firman TUHAN datang kepada Yehezkiel, anak Busi, imam itu, di tanah orang Kasdim, di tepi sungai Kebar." Frasa ini bukan sekadar catatan waktu dan tempat, melainkan sebuah pengantar menuju wahyu ilahi yang luar biasa.

Konteks historis sangatlah penting di sini. Yehezkiel adalah seorang imam yang diasingkan bersama bangsanya ke Babel oleh bangsa Kasdim (Babilonia) setelah kehancuran Yerusalem dan pembuangan Raja Yoyakhin. Pengalaman pembuangan ini adalah masa keputusasaan dan ratapan bagi umat Israel. Mereka kehilangan tanah perjanjian, Bait Suci, dan kebebasan. Di tengah kondisi yang tampaknya tanpa harapan inilah, firman TUHAN mengalir kepada Yehezkiel. Ini menunjukkan bahwa bahkan di tempat pembuangan, di tanah asing, di tengah penderitaan, Allah tidak melupakan umat-Nya. Kehadiran-Nya tetap nyata dan firman-Nya terus bekerja.

Lokasi spesifik, "di tepi sungai Kebar," memberikan gambaran visual yang kuat. Sungai Kebar adalah sebuah saluran irigasi besar di Mesopotamia, yang menunjukkan bahwa Yehezkiel berada di tengah peradaban yang maju namun asing. Di sinilah, jauh dari tanah asal mereka, di antara orang-orang yang berkuasa, Allah memilih untuk menyatakan diri-Nya kepada Yehezkiel. Hal ini menegaskan bahwa kedaulatan Allah tidak terbatas oleh geografi atau situasi politik. Dia dapat berbicara dan berkarya di mana saja, bahkan di saat-saat tergelap sejarah umat-Nya.

Penyebutan "anak Busi, imam itu" memberikan identitas yang jelas kepada Yehezkiel. Statusnya sebagai imam menunjukkan latar belakangnya yang terpelajar dalam hukum dan ibadah Taurat. Namun, di tanah pembuangan, ia tidak dapat menjalankan perannya sebagai imam di Bait Suci. Firman TUHAN yang datang kepadanya justru menandakan sebuah panggilan baru, sebuah pelayanan kenabian yang akan menjadi suaranya bagi umat Israel yang terbuang. Melalui Yehezkiel, Allah akan berbicara tentang penghukuman, pemulihan, dan masa depan yang penuh harapan.

Visi yang akan dijelaskan dalam pasal-pasal berikutnya adalah salah satu penglihatan yang paling menakjubkan dan kompleks dalam Alkitab. Ayat 1:2 berfungsi sebagai gerbang pembuka menuju penglihatan tentang takhta Allah, makhluk-makhluk surgawi, dan roda-roda yang bergerak dengan hikmat ilahi. Visi ini bukan hanya untuk Yehezkiel, tetapi juga memiliki makna teologis yang mendalam bagi seluruh umat Israel. Ia menegaskan bahwa Allah yang berdaulat atas sejarah tetap duduk di takhta-Nya, meskipun umat-Nya sedang menghadapi murka-Nya karena dosa. Penglihatan ini bertujuan untuk menguatkan iman mereka, mengingatkan mereka akan kekudusan dan kuasa Allah, serta memberikan harapan akan pemulihan di masa depan.

Dengan demikian, Yehezkiel 1:2 bukan sekadar pemberitahuan tentang kapan dan di mana nabi itu menerima wahyu. Ayat ini adalah permulaan dari sebuah perjalanan spiritual yang akan menyingkapkan kemuliaan Allah yang tak terduga, bahkan di lembah bayangan keputusasaan. Ia menjadi pengingat abadi bahwa Allah selalu bekerja, selalu berbicara, dan selalu memiliki rencana bagi umat-Nya, terlepas dari keadaan eksternal.